PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Dalam menegakkan hukum ada tiga unsur yang harus selalu
diperhatikan yaitu unsur keadilan, unsur kepastian hukum, dan unsur
kemanfaatan. Meski dalam prakteknya tidak selalu mudah mengusahakan kompromi
secara seimbang antara ketiga unsur tersebut. Tujuan hukum secara umum adalah
mewujudkan keadilan dalam masyarakat, sehingga bagi setiap manusia, kapan
dimana dan dalam persoalan apapun senantiasa ingin diperlakukan secara adil.
Hukum kini dijadikan pihak penguasa sebagai alat untuk memperkokoh
kekuasaannya. Inilah sifat penguasa telah jauh dari sikap adil.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa saja
tiga nilai dasar hukum?
2.
Bagaimana
hubungan antara tiga nilai dasar hukum tersebut?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Tiga
Prinsip Dasar Hukum
Gustav Radbruch adalah seorang filosof hukum dan seorang legal
scholar dari Jerman yang terkemuka yang mengajarkan konsep tiga unsur dasar
hukum. Ketiga konsep dasar tersebut dikemukakannya pada era Perang Dunia II.
Tujuan hukum yang dikemukakannya tersebut oleh berbagai pakar diidentikkan juga
sebagai tujuan hukum. Adapun tiga tujuan hukum tersebut adalah keadilan,
kepastian, dan kemanfaatan.
1.
Keadilan
Keadilan berasal dari kata adil,
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adil adalah tidak sewenang – wenang,
tidak memihak, tidak berat sebelah. Adil terutama mengandung arti bahwa suatu
keputusan dan tindakan didasarkan atas norma – norma yang obyektif, jadi tidak
subyektif apalagi sewenang- wenang. Di dalam keadilan terdapat aspek filosofis
yaitu norma hukum, nilai keadilan, moral dan etika. Hukum sebagai pengemban
nilai keadilan, nilai keadilan juga menjadi dasar dari hukum sebagai hukum.
Keadilan menjadi landasan moral hukum dan sekaligus tolok ukur sistem hukum
positif dan tanpa keadilan, sebuah aturan tidak pantas menjadi hukum. Jika
hukum tanpa keadilan akan terjadi kesewenang – wenangan.
Keadilan merupakan salah satu tujuan
hukum yang paling banyak dibicarakan sepanjang perjalanan sejarah filsafat
hukum. Tujuan hukum bukan hanya keadilan, tapi juga kepastian hukum dan
kemanfaatan hukum. Idealnya, hukum memang harus mengakomodasikan ketiganya.
Putusan hakim misalnya,sedapat mungkin merupakan resultant dari ketiganya.
Sekalipun demikian, tetap ada yang berpendapat , bahwa di antara ketiga tujuan
hukum tersebut keadilan merupakan tujuan hukum yang paling penting, bahkan ada
yang berpendapat bahwa keadilan adala tujuan hukum satu-satunya.[1]
Keadilan pada dasarnya suatu konsep yang relatif. Skala keadilan sangat
bervariasi dari satu tempat ke tempat lain, setiap skala didefinisikan dan
sepenuhnya ditentukan oleh masyarakat sesuai dengan ketertiban umum dari
masyarakat tersebut. Bagi kebanyakan orang, keadilan adalah prinsip umum, bahwa
individu – individu tersebut seharusnya menerima apa yang sepantasnya mereka terima.
Di Indonesia keadilan digambarkan
dalam Pancasila sebagai dasar negara, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Maka didalam sila kelima tersebut terkandung nilai – nilai keadilan
yang harus terwujud dalam kehidupan bersama (kehidupan sosial). Adapun keadilan
tersebut didasari dan dijiwai oleh hakikat keadilan kemanusiaan yaitu keadilan
dalam hubungannya manusia dengan dirinya sendiri, manusia dengan manusia
lainnya, menusia dengan masyarakat, bangsa, dan negara, serta hubungan manusia
dengan Tuhannya.[2]
2.
Kepastian
Kepastian hukum (Belanda: rechtszekerheid; Inggris: legal
certainty) adalah kepastian mengenai hak dan kewajiban, mengenai apa yang
menurut hukum boleh atau tidak boleh.[3]
Menurut Apeldoorn, kepastian hukum mempunyai dua segi, yaitu :
a. Soal dapat ditentukannya(bepaalbaarheid) hukum dalam hal-hal
konkret, yakni pihak-pihak yang mencari keadilan ingin mengetahui apakah yang
menjadi hukumnya dalam hal yang khusus sebelum ia memulai perkara. Menurut
Roscoe Pound ini merupakan segi predictability (kemungkinan meramalkan). Demikian juga
menurut Algra et. al, aspek penting dari kepastian hukum ialah bahwa putusan
hakim itu dapat diramalkan lebih dahulu.
b. Kepastian hukum berarti keamanan hukum, artinya perlindungan bagi
para pihak terhadap kesewenangan hakim.
Kepastian hukum merupakan nilai lebih dari peraturan tertulis
daripada yang tidak tertulis.[4]
Dengan adanya peraturan tertulis orang dapat lebih mudah untuk menemukan,
membaca, dan memastikan bagaimana hukumnya. Dengan adanya Pasal 1576
KUHPerdata, orang dapat membaca bahwa dengan dijualnya barang yang disewaa,
sewa yang dibuat sebelumnya belum diputuskan kecuali bila telah diperjanjikan
pada waktu menyewakan barang- jual beli tidak memutuskan sewa menyewa- ,
sehingga orang dapat meramalkan bagaimana putusannya jika terjadi perselisihan.
3.
Kemanfaatan
Ide dasar
utilitarianisme sangat sederhana yang mudah untuk dilakukan adalah yang
menghasilkan kebaikan terbesar. Karena fakta menunjukkan bahwa ide seperti ini
merupakan cara banyak orang mendekati putusa- putusan etis. Definisi singkat
utilitarian atau kemanfaatan ini dikemukakan oleh Jhon Stuart Mill yaitu
kemanfaatan menyatakan bahwa tindakan tertentu benar jika cenderung memperbesar
kebahagiaan. Yang di maksud dengan kebahagiaan adalah kesenangan tanpa ada rasa
sakit.[5]
Dalaam pernyataan singkat tersebut terletak dua asumsi kursial yang
meladasi :
Pertama: tujuan hidup
adalh kebahgiaan. Baik Mill maupun pendahulunya, jeremy bentham, berpendapat
seperti ini kebahgiaan adalah tujuan hidup. Dia mengklaim bawah kita memegang
erat tujuan-tujuan ini numun dia juga mengakui bahwa prinsip-prinsip fundamental
ini tidak bisa dibuktikan secara langsung.
Kedua: kebenaran dari
suatu tindakkan di tentukan oleh konstribusinya bagi kebahagiaan. Kaidah ini
menjadikan kemanfaatan sebuah teleologi, tujuan menetukan apa yang benar. Yang
benar ditentukan dengan mengkalkulasi jumlah baik yang di hasilkan, yang baik
mendahulukan yang benar, yang benar bergantung pada yang baik.[6]
Penganut aliran utilitas menganggap bahwa
tujuan hukum semata-mata memberikan kemanfaatan atau kebahagiaan yang sebenar
benarnya, dan hukum merupakan salah satu alat. Akan tetapi , konsep utilitas
ini mendapatkan kritikan tajam seperti halnya yang di alami oleh nilai pertama
di atas, sehingga kritikan kritikan terhadap prinsip-prinsip kemafaatan hukum
tersebut, maka Jhon Rawis mengembangakan sebuah teori baru yang menghindari
banyak masalah yang tidak terjawab oleh utilitarianisme. Teori kritikan
terhadap utilitas dinamaskan dengan teori Rawls atau justice as fairness
[keadilan sebagai kejujuran].
B.
Hubungan
Ketiga Nilai Dasar
Diantara ketiga nilai dasar terdapat
suatu Spannungsverhaltnis (ketegangan), oleh karena di antara ketiga
nilai dasar hukum tersebut masing-masing mempunyai tuntutan yang berbeda satu
sama lainnya, sehingga ketiganya mempunyai potensi untuk saling bertentangan.
Apabila diambil sebagai contoh kepastian hukum maka sebagai nilai ia segera
menggeser nilai-nilai keadilan dan kemanfaatan kesamping. Menurut Radbruch,
jika terjadi ketegangan antara nilai-nilai dasar tersebut, kita harus
menggunakan dasar atau asas prioritas dimana prioritas pertama selalu jatuh
pada nilai keadilan, batu nilai kemanfaatan dan terakhir nilai kepastian hukum.
Ini menunjukkan bahwa Radbruch menenmpatkan nilai keadilan lebih utama daripada
nilai kemanfaatan dan nilai kepastian hukum, dan menempatkan nilai kepastian
hukum dibawah nilai kemanfaatan hukum.
Pendapat berbeda dikemukakan oleh
Achmad Ali yang menyatakan bahwa ia sendiri setuju dengan asas prioritas tetapi
tidak dengan menetapkan urutan prioritas sebagaimana dikemukakan oleh Radbruch.
Ia menganggap merupakan hal yang lebih realistis jika kita menganut asas
prioritas yang kasuistis. Yang ia maksudkan ketiga nilai dasar hukum
diprioritaskan sesuai kasus yang dihadapi. Menurutnya, jika asas prioritas
kasuistis ini yang dianut maka sistem hukum kita akan terhindar dari berbagai
konflik yang tidak terpecahkan.
Di atas disebutkan bahwa antara
nilai-nilai dasar hukum dapat terjadi ketegangan. Ketegangan tersebut muncul
pada saat hukum tersebut diterapkan dalam proses persidangan di pengadilan. Hal
ini terjadi karena dalam proses penerapan hukum di pengadilan terdapat faktor
yang mempengaruhi para penegak hukum, diantaranya adalah norma yang berlaku
bagi mereka yang ditetapkan oleh pembuat Undang-Undang serta kekuatan sosial
dan pribadi.[7]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Keadilan berasal dari kata adil,
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adil adalah tidak sewenang –
wenang, tidak memihak, tidak berat sebelah. Keadilan menjadi landasan moral
hukum dan sekaligus tolok ukur sistem hukum positif dan tanpa keadilan, sebuah
aturan tidak pantas menjadi hukum. Jika hukum tanpa keadilan akan terjadi
kesewenang – wenangan.
Kepastian hukum adalah kepastian
mengenai hak dan kewajiban, mengenai apa yang menurut hukum boleh atau tidak
boleh. Kepastian hukum merupakan nilai lebih dari peraturan tertulis daripada
yang tidak tertulis. Dengan adanya peraturan tertulis orang dapat lebih mudah
untuk menemukan, membaca, dan memastikan bagaimana hukumnya.
Kemanfaatan menyatakan bahwa
tindakan tertentu benar jika cenderung memperbesar kebahagiaan. Yang di maksud
dengan kebahagiaan adalah kesenangan tanpa ada rasa sakit. Penganut aliran
utilitas menganggap bahwa tujuan hukum semata-mata memberikan kemanfaatan atau
kebahagiaan yang sebenar benarnya, dan hukum merupakan salah satu alat.
Diantara ketiga nilai dasar terdapat
suatu Spannungsverhaltnis (ketegangan), oleh karena di antara ketiga
nilai dasar hukum tersebut masing-masing mempunyai tuntutan yang berbeda satu
sama lainnya, sehingga ketiganya mempunyai potensi untuk saling bertentangan.
Jika terjadi ketegangan antara nilai-nilai dasar tersebut, kita harus
menggunakan dasar atau asas prioritas dimana prioritas pertama selalu jatuh
pada nilai keadilan, batu nilai kemanfaatan dan terakhir nilai kepastian hukum.
DAFTAR PUSTAKA
Sadi, Muhammad. 2015. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta :
Prenadamedia Group.
Rumokoy , Donald Albert dan Frans Maramis. 2014. Pengantar Ilmu Hukum. Bandung :
Rajawali Pers.
Lebacqz, Karen. 2015. Teori-teori
Keadilan. Bandung : Penerbit Nusa
Media.. 2015.
[2] Muhammad
Sadi. Pengantar Ilmu Hukum. Prenadamedia Group. Jakarta. 2015. hlm.
196-198
[3] Donald
Albert Rumokoy dan Frans Maramis. Pengantar Ilmu Hukum. Rajawali Pers.
2014. hlm. 140
[4] Donald
Albert Rumokoy dan Frans Maramis. Pengantar Ilmu Hukum. Rajawali Pers.
2014. hlm. 141
[5] Karen
Lebacqz. Teori-teori Keadilan. Penerbit Nusa Media. Bandung. 2015. hlm.
14
[6] Karen
Lebacqz. Teori-teori Keadilan. Penerbit Nusa Media. Bandung. 2015. hlm. 15
[2] Muhammad
Sadi. Pengantar Ilmu Hukum. Prenadamedia Group. Jakarta. 2015. hlm.
196-198
[3] Donald
Albert Rumokoy dan Frans Maramis. Pengantar Ilmu Hukum. Rajawali Pers.
2014. hlm. 140
[4] Donald
Albert Rumokoy dan Frans Maramis. Pengantar Ilmu Hukum. Rajawali Pers.
2014. hlm. 141
[5] Karen
Lebacqz. Teori-teori Keadilan. Penerbit Nusa Media. Bandung. 2015. hlm.
14
[6] Karen
Lebacqz. Teori-teori Keadilan. Penerbit Nusa Media. Bandung. 2015. hlm. 15
0 Komentar