Macam-macam Jual Beli dalam Islam

Recent Posts

Macam-macam Jual Beli dalam Islam

A.   Macam-macam Jual Beli dalam Islam
1)      Pembagian Jual Beli Ditinjau Dari Objeknya
a.       Bai’ Al-Mutlaq adalah tukar-menukar  suatu benda dengan mata uang .misal seperti dirham, rupiahn atau dollar.
b.      Bai’ Al-Salam atau salaf adalah tukar menukar atau menjual barang yang penyerahannya ditunda dengan pembayaran modal terlebih dahulu.
c.       Bai’al-sharf adalah tukar-menukar tsaman dengan tsaman lainnya. Misalnya mata uang dengan mata uang, emas dengan emas atau perak dengan perak, bentuk jual beli ini memiliki syarat diantaranya adalah
·         Saling serah terima sebelum berpisah badan Antara kedua belah pihak.
·         Sama jenisnya barang yang dipertukarkan.
·         Tidak terdapat khiyar syarat didalamnya.
·         Penyerahan barangnya tidak ditunda
d.      Bai’ al-muqayadhah(barter) adalah tukar menukar harta dengan harta selain emas dan perak. Jual beli ini disyaratkan haus sama dalam jumlah dan kadarnya. Missal tkar menukar kurma dan gandum.
2)      Pembagian Jual Beli Ditinjau dari Subjeknya
a)      Dengan lisan
b)      Dengan perantara yaitu penyampaian akad jual beli melalui wakala(utusan), perantara, tulisan, atau surat menyurat sama halnya dengan ucapan. Penjual dan pembeli tidakberhadapan dalam satu majelis akad.
c)      Dengan perbuatan(saling memberikan atau mu’athah) yaitu menganbil dan memberikan barang tanpa ijab qabul secara lisan. Contoh saat kita membeli di swalayan mengambil barang yang sudah dituliskan labelnya oleh penjual dan kita membayar di kasir. Sebagian ulama syafi’iyah melarang adanya jual beli ini karena tanpa ijab qabul, namun sebagian ulama syafi’iyah lainnya seperti imam an-nawawi membolehkan jual beli ini dalam kehidupan sehari-hari.
3)      Pembagian Jual Beli Ditinjau dari Hukumnya
a.       Bai’ al-Mun’aqid lawannya bai’ al-bathil, yaitu jual beli disyariatkan(diperbolehkan oleh syara’)
b.      Bai’ al-shahih lawannya bai’ al-fasid, yaitu jual beli yang terpenuhi syarat sahnya.
c.       Bai’ al-nafidz lawannya bai’ al-mauquf, yaitu jual beli shahihyang dilakukan oleh orang yang cakap melaksanakannyaseperti baligh dan berakal.
d.      Bai’ al-lazim lawannya bai’ ghair al-lazim, yaitu jul beli shahih yang sempurna dan tidak ada hak khiyar di dalamnya. Jual beli ini disebut juga dengan bai’ al-jaiz.
B.   Jual Beli yang dilarang dalam Islam
1.      Jual Beli yang dilarang karena Gharar dan Jahȃlah
A.    Definisi gharar dan jahalah
Menurut Bahasa gharar berartibahaya atau resiko. Para ulama mendefinisikan gharar tersebut berputar di sekitar tiga makna, yaitu:
-          gharar berhubungan dengan ketidakjelasan(jahalah) barang yang diperjualbelikan
-          gharar berhubungan dengan adanya keraguan
-          gharar berhubungan dengan sesuatu yang tersembunyi maknanya.
Dengan demikian bai’ al-gharar adalah setiap kad jual beli yang mengandung resiko kepada salah satu pihak orang yang berakad sehingga mendatangkan kerugian finansial.
Sedangkan definisi jahalah menurut Bahasa adalah lawan dari ketidaktahuan atau samar. Sedangkan secara istilah kecacatan yang menimpa salah satu syarat sah dalam akad mu’awadhah(barter) baik berkenaan dengan harga maupun barang yang diperjualbelikan(objek akad) dan waktunya.
B.     Macam-macam Gharar dan Jahalah
1.      Al-Gharar(al-jahalah) al-yasir
2.      Al-Gharar(al-jahalah) al-katsir/al-fahisyah
3.      Al-Gharar(al jahalah) al-mutawassith
C.     Perbedaan Gharar dan Jahalah
Salah satu ulama malikiyah mengatakan gharar adalah sesuatau yang belum bisa diketahui apakah sesuatu itu bisa diperoleh atau tidak, missal seperti burung yang ada di udara dan ikan yang ada di kolam. Sedangkan jahalah adalah sesuatu itu bisa diperoleh namun tidak diketahui jenis,bentuk dan sifatnya, missal jual beli yang dilakukan oleh orang buta.
Ulama lain seperti ibnu Taimiah mengatakan bahwa gharar lebih umum dari jahalah dengan kata lain jahalah merupakan bagian dari gharar.
2.      Jual Beli Yang Dilarang Karena Gharar dan Jahalah
a)      Bai’ al-Munabadzah
Yaitu jual beli dengan cara lempar-melempari, missal seorang penjual berkata kepada pembeli “pakaian yang aku lemparkan kepadamu itu untukmu, harganya sekian” cara itu dianggap telah terjadi akad jual beli namun jual beli sperti itu jual beli yang fasid karena adanya ketidaktahuan, penipuan, tidak ada unsur ridha di dalamnya, hukumnya tidak sah.
b)      Bai’ al-Mulamasah
Yaitu jual beli saling menyentuh, yakni apabila  pembeli meraba kain atau menyentuh kain si penjual, aka si pembeli harus membelinya.
c)      Bai’ al-Hashah
Yaitu seorang penjual atau pembeli melemparkan batu kecil dan pakaian mana saja yang terkena lwmparan batu tersebut harus dibrli tanpa merenung dan tanpa ada khiyar di dalamnya.menurut jumhur ulama hokum bai’al-hashah adalah bathil, sedangkan menurut hanafiyah hukumnya fasid(rusak).
d)     Bai’ Habl al-Habalah
Adalah jual beli janin binatang yang masih di dalam kandungan induknya. Jual beli ini dilarang karena termasuk jual beli yang ditangguhkan pada waktu yang samar,bukan pemilik penjual, jual beli gharar, dan jual beli yang belum terbentuk.
e)      Bai’ al-Madhamin dan Bai’ al-Malaqih
Bai’ al-madhamin adalah aitu menjual sperma dalam sulbi unta jantan, jadi penjual membawa unta jantan kepada betina untuk dikawinkan lalu anak yang dihasilkan menjadi milik pembeli. Bai’ al-malaqih adalah menjual janin unta yang masih dalam kandungan.
f)       Bai’ Ashab al-Fahl
Yaitu jual beli sperma hewan pejantan(landuk). Landuk adalah pejantan unggul untuk pembiakan agar menghasilkan keturunan yang bagus.
g)      Bai’ al-Tsamar Qabla Badawwi Shalahiha
Yaitu menjual buah sebelum tampak baiknya(belum masak). Menurut ulama malikiyah,syafi’iyah dan hanabilah hokum jual beli tersebut adalah batal sedangkan menurut ulama hanafiyah hukumnya fasid.
h)      Bai’ al-Tsanaya
Adalah penjualan yang pengecualiannya disebut secara samar(kabur, tidak jelas). Missal seseorang menjual sesuatu dan mengecualikan sebagiannya,jika yang dikecualikan dapat diketahui secara keseluruhan seperti pohon maka sah, tapi jika hanya sebagiannya dari pohon maka hukumnya tidak sah karena termasuk gharar dan jahalah.
i)        Bai’ Ma Laisa ‘Indahu
Adalah jual beli sesuatu yang belum menjadi hak miliknya.
3.      Jual Beli yang dilarang karena Riba
·      Bai’ al-‘Inah (بَÙŠْعُ اَÙ„ْعِÙŠْÙ†َلةِ  )
Menurut Al-Shan’aniy yang dimaksud dengan bai’ al-‘Inah ialah seseorang menjual barang dagangannya kepada orang lain dengan dengan harga yang sudah diketahui, diangsur pada waktu tertentu (kredit). Kemudian ia membelinya kembali dari pihak pembeli dengan harga yang lebih murah. Dengan semikian, barang dagangan semula tetap kembali kepada pihak penjual, dan inilah yang menujukkan haramnya jual beli ini. Inamakan‘inah karena barang yang telah dijual itu kembali lagi kepada penjual.
Masalah bai’ al-‘inah ini telah dipraktikkan oleh sebagian masyarakat di zaman sekarang. Dalam hal ini, Syekh Ibnu al-Utsaimin, memberikan sebuah contoh yaitu seorang yang membutuhkan mobil, kemudian dia datang ke penjual. Dia berkata: “Saya membutuhkan mobil seseorang yang sedang dipertunjukkan dalam pameran”. Selanjutnya, si penjual mendatangi orang yang punya mobil yersebut dan membelinya. Setelah itu, mobil tersebut dijualnya kembali dengan harga yang lebih mahal kepada orang yang membutuhkan tadi secara kredit.
·      Bai’ al-Muzabanah
Al-Muzabanah berasal dari kalimat al-zabni, menurut bahasa berarti “menolak”. Dinamakan demikian karena penolakan akan datangnya perselisihan. Sedangkan menurut istilah al-muzabanah ialah setiap sesuatu barang yang tidak bisa diketahui jumlah dan timbangnnya, kemudian dijual hana dengan kira-kira saja.
·         Bai’ al-Muhaqalah
Al-Muhaqalah menurut bahasa berasal dari kalimat al-haql yang berarti tanaman dan bercocok tanam, sedangkan menurut istilah adalah menjual tanaman yang masih diladang atau di sawah (ijon), atau menjual kebun tanah ladang dengan makanan yang telah disukat dan diketahui jumlahnya.
para ulama telah sepakat mengenai keharaman bai’ al-Muhaqalah, karena jual beli ini mengandung riba dan gharar. Alasannya adalah disebabkan tidak dapat diketahuinya barang yang sejenis dalam hal ukuran atau jumlah, begitu juga samar tehadap barang yang sejenis sama dengan mengetahui adanya jumlah dan kadar yang berbeda (kelebihan).
·      Bai’ al-Lahmi bi al-Hayawwan
Bai’ al-Lahmi bi al-Hayawwan, yaitu menjual (menukarkan) daging dengan seekor hewan yang masih hidup. Alasan larangan jual beli ini tersebut adalah karena ia satu jenis dan terdapat riba di dalamnnya, yaitu menjual sesuatu yang aslinya sama dengannya.
·      Bai’ al-Dain bi al-Dain
yaitu jual beli dengan cara berutang dan pembayaran dilakukan dengan cara berutang pula.
ibnu Atsir mengatakan bahwa penjualan utang dengan utang maksudnya ialah apabila seseorang membeli sesuatu dengan menangguhkan pembayaran harga sesudah datang waktu pembayaran, dia datang kepada penjual –karena dia belum bisa membayar harga barang itu– mengatakan: “Juallah barang ini kepadaku, nanti kubayar pada waktu yang lain dengan menambahkan harta,” sedangkan di antara mereka tidak ada serah terima barang. 
Menurut ‘ijma ulama, hukum jual beli ini adalah tidak boleh (haram). Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Ibnu Mundzir yang mengatakan bahwa bahwa para ulama telah sepakat bahwa jual beli ini tidak boleh (haram).
·      Bai’ataini fi Bai’atain
Yaitu dua penjualan dalam satu produk atau dua akad (transaksi) dalam satu akad. Ditafsirkan oleh para ulama sebagai berikut.
-          Penjual menyebutkan dua harga atas satu produk antara harga kontan dan kredit, atau si penjual menyebutkan dua harga yang berbeda ada penambahan dan pengurangan harga dikarenakan bedanya sifat barang. Misalnya: “Saya menjual mobil ini kepadamu dengan harga 100 juta secara kontan dan 150 juta secara kredit. Kemudian berpisah si penjual dan si pembeli tanpa menentukan terlebih dahulu apakah barang tersebut dijual dengan kontan atau dengan kredit.”
-          Salah satu pihak (penjual dan pembeli) menyaratkan akad lain. Misalnya: “Saya menjual kebun ini kepadamu dengan harga 40 juta dengan syarat kamu harus menjual rumah kepunyaan si Ahmad kepadaku dengan harga 70 juta.    
4.      Jual Beli yang dilarang karena Memudaratkan dan Mengandung Penipuan
·         Bai’ al-Rajul ‘ala Bai’ Akhihi
Yaitu jual beli seseorang di atas jual beli saudaranya. Dalil hukum Islam yang berhubungan dengan keharaman jual beli ini ialah hadits Nabi Saw.
اّÙ†ّ رسول الله صلى الله عليه ÙˆØ³Ù„Ù… نهى ان يستام الّر—
BELUM SELSAI
Hadits di atas menjelaskan bahwa menjual atas penjualan orang lain, meminang atas pinangan orang lain, dan menawar atas tawaran orang sebelum jelas lepas oleh penjual, penawar, atau peminang terdahulu, hukumnya adalah haram.
Para ulama madzhab yang empat telah sepakat melarangnya berdasarkan hadits di atas. ‘Illat –nya karena mendatangkan kemudaratan dan dapat mendatangkan kebencian sarta permusuhan di antara manusia.
·         Bai’ al-Najasy
Al-Najasy menurut bahasa artinya al-istitar (mentembunyikan), al-khadi’ah (penipuan), dan al-ziyadah (penambahan). Sedangkan menurut istilah adalah menaikkan harga komoditi yang dilakukan oleh orang yang tidak ingin membeli barang yang diperjualbelikan tersebut. Tujuannya adalah hanya semata-mata agar orang lain tertarik untuk membelinya.
Contohnya, si penjual atau wakilnya mengaku-ngaku dengan cara berdusta bahwa barang yang terjual itu sudah ada yang berani membayar dengan harga sekian.
·         Bai’ Talaqq al-Jalb au al-Rukban
Yaitu sekelompok orang yang menghadang atau mencegat pedagang yang membawa barang di pinggir kota (di luar daerah pasar). Mereka sengaja membeli barang dagangannya sebelum mereka mengetahui harga di pasar. Mereka mengatakan kepada pedagang bahwa harga harga sedang jatuh, pasar sedang sepi. Tindakan mereka itumengakibatkan pedagang tertipu. Sementara mereka sendiri membeli barang dagangannya dengan harga yang di bawah standar. Tindakan mereka seperti itu dilarang karena dapat mengakibatkan kemudaratan (kerugian) kepada pihak pedagang.
·         Bai’ al-Hadhir li al-Bad
Al-hadir artinya penduduk kota. Sedangkan al-bad artinya penduduk desa. Maknanya adalah jual beli yang dilakukan oleh seorang agen terhadap produk pertanian desa yang dijual kepada pedagang kota. Agen tersebut menjual komoditi lebih mahal daripada harga saat itu, dan dia dapat komisi dari penjual (petani) dan pembeli di kota.
·         Bai’ Fadhl al-Mal
Yaitu jual beli air lebih (daripada keperluan).
·         Bai’ al-Muhtakir
Yaitu jual beli penimbun barang komoditi (barang yang dapat diperjualbelikan). Menurut Imam al-Nawawi menegaskan bahwa penimbun yang diharamkan adalah menimbun khusus makanan pokok, yaitu seseorang yang membeli makanan kemudian dengan sengaja menyimpannya (menimbunnya). Kemudian tatkala masyarakat membutuhkannya dia menjualnya dengan harga yang mahal. Adapun penimbun selain makanan pokok tidak diharamkan.
·         Bai’ al-Ghasysyi
Yaitu jual beli yang di dalamnya terdapat penipuan. Menurut jumhur ulama, makna al-ghasysyi adalah menyembunyikan cacat yang ada pada barang sehingga berpengaruh pada harganya.
·         Bai’ al-Taljiah
   Adalah pedagang yang terpaksa menjual barang dagangannya agar cepat habis dengan tujuan agar terhindar dari kejahatan orang lain.
Jual beli ini dikatakan tidak sah karena kedua belah pihak tidak bermaksud melakukan transaksi jual beli, maka keduanya seperti orang yang bersenda gurau.
5.      Jual Beli yang dilarang karena Zatnya (Harȃm Lidzȃtihi)
·         Bai’ al-Maitah (jual beli bangkai)
·         Bai’ al-Khamr (jual beli khamr)
·         Bai’ al-al-Kalb (jual beli anjing)
·         Bai’ al-Khinzir (jual beli babi)
·         Jual beli darah
6.      Jual Beli yang dilarang karena disebabkan yang Linnya (Harȃm Lighairihi)
·         Jual beli ketika azan jum’at
·         Jual beli di dalam masjid
·         Menjual mushaf Al-Qur’an kepada orang kafir

Posting Komentar

2 Komentar