Pengertian Kadiah al-Dhararu Yuzalu

Recent Posts

Pengertian Kadiah al-Dhararu Yuzalu


  1. Definisi al-Dhararu Yuzalu
الضرريزال
Kaidah diatas kempabil kepada tujuan untuk merealisasikan maqashid al syariah dengan menolak yang mafsadah, dengan cara menghilangkan kemudaratan atau setidaknya meringankannya. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan apabila Ahmad al-Nadwi menyebutkan bahwa penerapan kaidah diatas meliputi lapangan yang luas didalam fikih bahkan bisa jadi meliputi seluruh dari fkih yang ada.[1]
Contoh-contoh di bawah ini antara lain memunculkan kaidah di atas :
-          Larangan menimbun barang-barang kebutuhan pokok masyarakat karena perbuatan tersebut mengakibatkan kemudaratan bagi rakyat
-          Adanya berbagai macam sanksi dalam fiqh jinayah (hukum pidana islam) adalah juga untuk menghilangkan kemudaratan
-          Adanya aturan al-hajr juga dimaksudkan untuk menghilangkan kemudaratan. Demikian pula aturah hak syuf’ah
Kaidah tersebut sering diungkapkan dengan apa yang sering tersebut didalam hadis :
لاضررولاضرار
“Tidak boleh memudharatkan dan tidak boleh dimudharatkan.”(H.R. Hakim dan lainnya dari Abu Sa’id Al khudri, H.R. Ibnu Majah dari Ibnu Abbas)

  1. Landasan dan Kaidah al-Dhararu Yuzalu
  1. Ayat-ayat Al-Quran dan Al-Hadis yang mendukung kaidah tersebut antaa lain :
ولاتمسكوهن ضرارالتعتدوا
“Janganlah kamu merujuk mereka untuk memberi kemudharatan kerena dengan demikian kamu menganiaya mereka.” (Q.S. al-Baqarah:231)
ولاتضاروهن لتضيقوا عليهن
“Dan janganlah kamu memudharatkan mereka (Istri) untuk menyempitkan hati mereka.” (Q.S. Athalaq:6)
لاتضاروالدةبولدها ولا مولود له بولده
“Janganlah dimudharatkan seorang ibu karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya.” (Q.S. Al-Baqarah :233)
فمن اضطرغيرباغ ولا عاد فلا اثم عليه
“Barang siapa yang dalam keadaan terpaksa (memakanya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak pula melampaui batas maka tidak ada dosa baginya.” (Q.S. Al-Baqarah:173)
لايضركم من ضل اذااهتديتم
“Tidaklah orang yang sesat itu mampu memudharatkan kamu apabila kamu telah mendapatkan petunjuk.”(Q.S. Al-Maidah :105)[2]
حرم الله من المؤمنين دمه وما له وعرضه وان لايضن الا الخير
“Allah telah mengharamkan dari orang miskin, darahnya, hartanya, dan kehormatanya, dan tidak menyangka kecuali dengan sangkaan yang baik.”(H.R. Muslim)
ان دماءكم وامو لكم واعرضكم حرام
“Sesungguhnya darah kamu semua, harta kamu semua, dan kehormatan kamu semua, adalah haram diantara kamu semua.”(H.R. Muslim)
  1. Kaidah-kaidah yang merupakan cabang dari adharar yuzal. Antara lain :
الضرورات تبيح المخظورات
“kemudharatan itu membolehkan hal-hal yang dilarang.”


.
الضرورات يقدر بقدرها
“keadaan darurat, ukurannya ditentukan menurut kadar kedharuratannya.”
Maksud dari kaidah ini ialah untuk membatasi manusia dalam melakukan yang dilarang karena dalam kondisi darurat. Seperti telah dijelaskan bahwa melakukan yang haraam karena darurat tidak boleh melampaui batas, tapi hanya sekedarnya.
Contoh:
Seseorang dokter dibolehkan melihat aurat wanita yang diobatinya sekedar yang diperlukan untuk pengobatan, itu pun apabila tidak ada dokter wanita.
الضرريزال بقدر الامكان
“Kemudharatan harus ditolak dalam batas-batas yang memungkinkan”
Tindakan Abu bakar dalam mengumpulkan Al-Quran demi terpeliharanya Al-Quran, Usaha damai agar tidak terjadi perang, usaha kebijakan dalam ekonomi agar rakyat tidak kelaparan.
الضرارلايزال بالضرر
“Kemudharat tidak boleh dihilangkan dengan kemudharatan lagi.”
Maksud dari kaidah ini ialah sesuatu yang berbahaya tidak boleh dihilangkan dengan suatu bahaya lain yang setingkat kadar bahayanya, atau yang lebih besar dengan kadar bahayanya, tapi oleh sebab itu, untuk menghilangkan suatu bahaya harus tidak menimbulkan bahaya lain jika hal itu dimungkinkan.[3]
Contoh :
Seseorang yang terdesak tidak boleh memakan makanan orang lain yang sama-sama terpepet, kerena perbuatan semacam ini sama saja dengan menghilangkan bahaya dengan cara menimbulkan bahaya lain.
يحتمل الضررالخاص لاجل الضرر العام
“kemudharatan yang khusus boleh dilaksanakan demi menolak kemudharatan yang bersifat umum.”
Qaidah ini merupakan yang sangat penting untuk tujuan syariat islam dalam upaya untuk memaslahatkan umat. Untuk tujuan ini pula syariat islam memberlakukan potong tangan, yaitu yang bertujuan untuk melindungi harta. Menerapkan perang melawan orang kafir yang menyerang, dan penerapan-penerapan lain. Dharar-dharar yang bersifat khusus itu harus dilakukan demi terhindarnya dharar yang bersifat umum.[4]
  1. Penerapan al-Dhararu Yuzalu
  1. Khiyar dengan segala jenis dan bentuknya ditetapkan oleh syara’ untuk menghilangkan bahaya atau mudharat.
a.       Khiyar syarth dalam transaksi jual beli misalnya diberlakukan untuk menghilangkan kemungkinan terjadinya bahaya (kerugian) pada orang yang belum berpengalaman dalam transaksi jual beli, sehingga ia rentan menjadi korban penipuan.
b.      Khiyar ru’yah mengandung unsur menghilangkan bahaya (kerugian) yang muncul dari kondisi barang yang tidak sesuai dengan sifat-sifat (spesifikasi) yang disebutkan pada saat transaksi.
c.       Khiyar ‘aib, unsur menghilangkan bahaya (kerugian) di dalamnya sudah sangat jelas.
  1. Al-hijr (pembatasan wewenang dalam mentasharuffkan hak milik) mempunyai banyak faktor yang melatarbelakanginya, di antaranya si pemilik masih anak-anak, gila, sembrono, dan idiot. Mekanisme al-hijr yang diterapkan pada mereka sesungguhnya diberlakukan untuk memelihara kemashlahatan mereka sesungguhnya diberlakukan untuk memelihara kemashlahatan mereka sendiri dan menghindari bahaya pengeksplotasian mereka.
  2. Syuf’ah (hak membeli pertama), ditetapkan sebagai milik partner kongsian (asy-syirk) untuk menepis bahaya pembagian barang kongsian, sedangkan hak syuf’ah bagi seorang tetangga dimaksudkan untuk menepis bahaya perlakuan buruk bertetangga (suu al jiwar) yang mungkin  ia terima dari tetangga baru yang dapat jadi berkelakuan buruk.
  3. Qishash, dalam konteks jiwa dan hudud disyariatkan untuk menepis bahaya yang menyeluruh dari masyarakat dan memelihara kelima prinsip umum. Sedangkan qishash dalam konteks selain jiwa ditetapkan untuk menyingkirkan unsur bahaya dari pihak korban tindak kejahatan dengan mengobati rasa dendamnya terhadap orang yang melanggar haknya sesuai dengan watak alamiah manusia. Dari sisi lain, pelaku kejahatan pun terlindungi dengan mekanisme qishash ini dari tindak balas dendam yang lebih hebat dari pihak korban. Pensyariatan qishash juga menjaga keamanan dan stabilitas masyarakat.
  4. Demi menjaga kemaslahatan umum, maka disyariatkanlah berbagai bentuk hukuman ta’zir guna mencegah bahaya sosial maupun bahaya individual baik sebagai tindakan preventif ataupun represif dengan cara yang mungkin dapat menghilangkan bahaya bagi pihak korban ataupun menghapus pengaruh yang ditimbulkan dalam bentuk hukuman yang setimpal.
  5. Pembatasan (limitasi) kebebasan manusia dalam mempergunakan hak utilitasnya, kepemilikannya, ataupun tasharrufnya pada hal-hal yang dapat menimbulkan bahay bagi orang lain juga termasuk kategori upaya pencegahan bahaya yang mengerikan dengan segala cara jika ia memang benar-benar terjadi.[5]


[1] Ahmad al-Nadwi, Op. Cit., hlm. 287.
[2] H. A. Djazuli, Kaidah-Kaidah Fikih,(Jakarta: Kharisma Putra Utama, 2006) Edisi 1 hlm. 70
[3] Toha Andiko, Ilmu Qawaid fiqhiyah, (Yogyakarta:teras) 2011, hlm.119.
[4] Toha Andiko, Ilmu Qawaid fiqhiyah, (Yogyakarta:teras) 2011, hlm.130.

[5] Nashr Farid Muhammad, Qawa’id Fiqiyyah,(jakarta: Amzah,2009)hlm.17-18

Posting Komentar

0 Komentar

close
REKOMENDASI BARANG MURAH