BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Selama lebih dari tiga puluh tahun, Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) diundangkan melalui undang-undang nomor 8 tahun 1981 berlaku hadir menggantikan Het Herziene Inlandsch Reglement (HIR0 sebagai paying hukum acara pidana di Indonesia. Pada awalnya KUHAP lahir dengan semangat untuk mengangkat dan menempatkan tersangka atau terdakwa dalam kedudukan yang sama di depan hokum, melalui jaminan perlindungan hak-hak tersangka/ terdakwa yang sebelumnya kurang di akomodir di dalam HIR.
Tujuan awalnya, KUHAP menempatkan tersangka/terdakwa sebagai subjek dimana dalam setiap pemeriksaan tersangka/terdakwa harus diperlakukan dalam kedudukan sebagai manusia yang mempunyai harkat, martabat dan harga diri. Namun praktiknya, sering kali tersangka/terdakwa terlihat sebagai objek yang di tanggali hak asasi dan harkat martabat kemanusiaannya secara sewenang-wenang oleh aparat penegak hukum.
Oleh karena itu, dalam makalah ini penulis akan memaparkan tentang hak-hak tersangka dan terdakwa, dengan tujuan agar hukum ditegakkan sebagaimana mestinya, dengan tetap menghormati terhadap hak-hak asasi manusia (tersangka/terdakwa), dan kesamaan di depan hukum.
Rumusan Masalah
Apa definisi tersangka dan terdakwa.?
apa saja hak-hak tersangka.?
apa saja hak-hak terdakwa.?
BAB II
PEMBAHASAN
Definisi tersangka dan terdakwa
Adanya hak-hak hukum bagi setiap tersangka dan terdakwa, itu sudah dapat di telusuri sejak awal. Rumusan pengertian hukum atas kedua status itu, bahkan sebelum KUHAP tidak dibedakan antara keduanya. Akan tetapi setalah adanya KUHAP ada usaha untuk mendefinisikan tersangka dan terdakwa.
Dalam pasal 1.14 KUHAP menyatakan:
“Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana”
Inti dari penentuan status tersangka itu terletak pada “dugaan” dan “bukti permulaan” yang masih memerlukan penyelidikan dan penyidikan sampai pada tahap pengajuan surat dakwaan nanti dibacakan oleh jaksa penuntut umum dalam acara persidangan.
Selanjutnya, pasal 1.15 merumuskannya akan menjadi status terdakwa.
“Terdakwa adalah seorang tersangka yang di tuntut, diperiksa,dan diadili di sidang pengadilan”
Jadi dapat dikatakan bahwa tersangka masih pada tingkat pemeriksaan penyidik (polisi), sedangkan terdakwa sudah pada tingkat jaksa (penuntut umum) dan pemeriksaan pengadilan.
Selama berstatus sebagai tersangka atau terdakwa itu, tetap berlaku baginya praduga tak bersalah. Namun, penggunaan asas itu bukan berarti menjadi alasan hukum baginya untuk tidak dapat dilakukan pemeriksaan, yang menjadi soal utama dalam penggunaan asas itu adalah perlindungan hak-hak keperdataannya tidak boleh sampai di abaikan atau di tiadakan, misalnya dalam status pekerjaan atau profesinya, dan hak keperdataan untuk melakukan perbuatan hukum seperti jual beli, serah terima, dan sebagainya. Adapun hak-hak tersangka dan terdakwa akan dijelaskan di bawah ini.
Hak-hak tersangka
Seperti yang sudah di jelaskan di awal tadi, tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.
Adapun hak-hak tersangka sebagaimana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHP) adalah sebagai berikut:
Hak untuk segera diperiksa oleh penyidik, dan diajukan kepada penuntut umum
Ketentuan ini diatur dalam pasal 50 ayat (1) dan (2) KUHAP sebagai berikut:
Tersangka berhak segera mendapat pemeriksaan oleh penyidik dan selanjutnya dapat diajukan kepada penuntut umum
Tersangka berhak perkaranya segera diadili oleh pengadilan.
Diberikannaya hak kepada tersangka atau terdakwa dalam pasal ini adalah untuk menjauhkan kemungkinan terkantung-kantungnya nasib seorang yang disangka melakukan tindak pidana terutama mereka yang dikenakan penahanan, jangan sampai lama mendapatkan pemeriksaan sehingga dirasakan tidak adanya kepastian hukum, adanya perlakuan sewenang-wenang dan tidak wajar. Selain itu juga, untuk mewujudkan peradilan yang dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan.
Hak untuk diberitahukan dengan bahasa yang dimengerti tentang apa yang disangkakan kepadanya.
Pemahaman terhadap penggunaan bahasa menduduki posisi yang penting terhadap proses hukum. Mulai penyelidikan hingga penuntutan, seorang tersangka berhak untuk diberitahukan dengan bahasa yang dimengerti oleh tersangka tersebut. Hal ini diatur dalam pasal 51 butir a KUHP:
Untuk mempersiapkan pembelaan:
Tersangka berhak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan kepadanya waktu pemeriksaan dimulai.
Penjelasan dalam pasal tersebut diterangkan, dengan diketahui serta dimengerti oleh orang yang disangka melakukan tindak pidana tentang perbuatan apa yang sebenarnya disangka telah dilakukan olehnya, maka ia akan merasa terjamin kepentingannya untuk mengadakan persiapan dalam usaha pembelaan. Dengan demikian ia akan mengetahui berat ringannya sangkaan terhadap dirinya sehingga selanjutnya ia akan dapat mempertimbangkan tingkat atau pembelaan yang dibutuhkan, misalnya perlu atau tidaknya ia mengusahakan bantuan hukum untuk pembelaan tersebut.
Hak memberikan keterangan secara bebas kepada penyelidik.
Hak ini diatur dalam pasal 52 KUHP yaitu “Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan, tersangka atau terdakwa harus berhak memberikan keterangan secara bebas kapada penyidik atau hakim”
Penjelasan tersebut supaya pemeriksaan dapat mencapai hasil yang tidak menyimpang daripada yang sebenarnya maka tersangka harus dijauhkan dari rasa takut. Oleh karena itu, wajib dicegah adanya paksaan atau tekanan terhadap tersangka.
Hak untuk mendapatkan juru bahasa dalam penyidikan.
Ketentuan ini diatur dalam pasal 177 dan 178 KUHAP sebagai berikut:
Pasal 177 KUHAP.
Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan, tersangka atau terdakwa berhak untuk setiap waktu mendapat bantuan juru bahasa sebagaimana dimaksud dalam pasal 177 KUHAP.
Dalam hal tersangka atau terdakwa bisu dan/atau tuli diberlakukan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 178 KUHP
Pasal 178 KUHP.
Jika terdakwa atau saksi bisu dan/atau tuli serta tidak dapat menulis, hakim ketua sidang mengangkat sebagai penerjemah orang yang pandai bergaul dengan terdakwa atau saksi itu.
Jika terdakwa atau saksi bisu dan/atau tuli serta dapat menulis, hakim ketua sidang menyampaikan semua pertanyaan atau teguran kepadanya secara tertulis dan kepada terdakwa atau saksi tersebut diperintahkan untuk menulis jawabannya dan selanjutnya semua pertanyaan serta jawaban harus dibacakan.
Ketentuan yang sama terdapat dalam pasal 53 KUHAP yang menyatakan bahwa tidak semua tersangka terdakwa mengerti bahasa Indonesia dengan baik, terutama orang asing, sehingga meraka tidak mengerti apa yang sebenarnya di snagkakan atau di dakwakan. Oleh karena itu, mereka berhak mendapat bantuan juru bahasa.
Hak Mendapatkan Bantuan Penasihat Hukum
Perlakuan yang sama di hadapan hukum (equality before the law) adalah hak asasi manusia, ia harus diimbangi dengan persamaan perlakuan (equal treatment) agar tak dilanggar karena berbagai alasan seperti struktur sosial, dan status ekonomi.
Hak bantuan hukum dimiliki setiap orang, khususnya orang tidak mampu agar ia mendapatkan keadilan. jaminan hak ini terdapat dalam standar hukum internasional dan nasional sebagai bentuk pernenuhan hak dasar yang telah diakui secara universal.
Hak atas bantuan hukum dijamin dalam konstitusi Indonesia melalui UUD 1945,yaitu:
Pasal 27 ayat (1) menjamin setiap warga negara adalah sama kedudukamya didalam hukum dan pemerintahan, serta wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan;
Pasal 28 D (1) menjamin bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum;
Pasal 28 I (l) menjamin hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak di tuntut atas dasar hukum yang berlaku surut sebagai hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.
Hak bantuan hukum diatur pelaksanaannya dalam Pasal 17, 18, 19, dan 34 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, Undang-undang No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, dengan perubahannya dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 1999, khususnya Pasal 35 yang menyatakan setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan hukum.
Dalam sistem peradilan Indonesia, hak atas bantuan hukum diatur oleh Pasal 54 KUHAP sebagai berikut:
“Guna kepentingan pembelaan diri, Tersangka atau Terdakwa berhak mendapatkan bantuan hukum oleh seseorang atau beberapa orang penasihat hukum pada setiap tingkat pemeriksaan, dan dalam setiap waktu yang diperlukan."
Ditegaskan kemudian dalam Pasal 56 KUHAP, bantuan hukum menjadi KEWAIIBAN khususnya terhadap tindak pidana tertentu.
Diancam dengan pidana mati, hukuman lima belas tahun lebih;
Tersangka atau Terdakwa tidak mampu menyediakan sendiri atau ancaman hukuman pidana yang bersangkutan atau didakwakan lima tahun atau lebih. Hak mendapat bantuan hukum dijumpai pula dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Kewajiban memberikan bantuan hukum cuma-cuma (prodeo) juga menjadi kewajiban advokat sebagaimana diatur dalam Pasal 22 UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat dan Pasal 7 (h) Kode Etik Advokat Indonesia (KEAI).
Hak Menghubungi Penasihat Hukum
Setiap tersangka atau terdakwa memiliki hak untuk menghubungi penasihat hukum, apalagi yang bersangkutan diancam dengan hukuman di atas lima tahun. Hal ini diatur dalam Pasal 57 ayat (1) sebagai berikut:
Tersangka atau terdakwa yang dikenakan penahanan berhak menghubungi penasihat hukumnya sesuai dengan ketentuan undang-undang ini.
Hak tersangka yang berkebangsaan asing yang dikenakan penahanan berhak menghubungi dan berbicara dengan perwakilan.
Hal ini diatur dalam pasal 67 ayat (2) sebagai berikut:
Tersangka atau terdakwa yang berkebangsaan asing yang dikenakan penahanan berhak menghubungi dan berbicara dengan perwakilan negaranya dalam menghadapi proses perkaranya.
Hak Menerima Kunjungan Dokter bagi tersangka yang di tahan.
Kesehatan jasmani dan rohani bagi tersangka atau terdakwa sangatlah penting. Sebab seseorang yang disangka atau didakwa melakukan perbuatan pidana berpotensi mengalami gangguan kesehatan baik fisik atau mental. Untuk itulah hak menerima kunjungan dokter pribadi sangatlah manusiawi. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 58 KUHAP yang menyatakan sebagai berikut:
“Tersangka atau terdakwa yang dikenakan penahanan berhak menghubungi dan menerima kunjungan dokter pribadinya untuk kepentingan kesehatan baik yang ada hubungannya dengan proses perkara maupun tidak”.
Hak Menerima Kunjungan Keluarga
Seorang tersangka atau terdakwa memerlukan motivator atau teman dalam menghadapi kasusnya. Pada umumnya keluargalah teman terbaik untuk dijadikan teman curhat untuk sekadar bermusyawarah dalam mencari jalan terbaik. Ketentuan hak menerima kunjungan keluarga ini diatur dalam Pasal 60 dan 61 KUHAP sebagai berikut:
Pasal 60:
“Mempunyai hubungan kekeluargaan atau lainnya dengan tersangka atau terdakwa guna mendapatkan jaminan bagi penangguhan penahanan ataupun untuk usaha mendapatkan bantuan hukum.”
Sedangkan dalam Pasal 61 KUHAP:
“tersangka atau terdakwa berhak secara langsung atau dengan perantaraan penasihat hukumnya menghubungi dan menerima kunjungan sanak keluarganya dalam hal yang tidak ada hubungannya dengan perkara tersangka atau terdakwa untuk kepentingan pekerjaan atau untuk kepentingan kekeluargaan.”
Hak untuk berhubungan surat-menyurat kepada penasihat hukumnya.
Meskipun terdakwa atau tersangka dikekang kebebasannya dalam berinteraksi dengan dunia luar, tetapi tersangka atau terdakwa masih memiliki hak untuk berkomunikasi dengan bebas melalui surat. la berhak untuk menerima dan mengirim surat sesuai dengan ketentuan berikut:
Tersangka atau terdakwa berhak mengirim surat kepada penasihat hukumnya, dan menerima surat dari penasihat hukumnya dan sanak keluarga setiap kali yang diperlukan olehnya, untuk keperluan itu bagi tersangka atau terdakwa disediakan alat tulis-menulis.
Surat-menyurat antara tersangka atau terdakwa dengan penasihat hukumnya atau sanak keluarganya tidak diperiksa oleh penyidik, penuntut umum, hakim, atau pejabat rumah tahanan negara kecuali jika terdapat cukup alasan untuk diduga bahwa surat-menyurat itu disalahgunakan.
Dalam hal surat untuk tersangka atau terdakwa itu ditilik atau diperiksa oleh penyidik, penuntut umum, hakim atau pejabat rumah tahanan negara, hal itu diberitahukan kepada tersangka atau terdakwa dan surat tersebut dikirim kembali kepada pengirimnya setelah dibubuhi cap yang berbunyi “telah ditilik”.
Hak untuk menghubungi dan Menerima Kunjungan Rohaniwan
Seorang tersangka atau terdakwa berpotensi mengalami gangguan secara psikis. Sebab ia dihadapkan pada persoalan yang membelenggu kebebasannya. oleh karena itu, ia membutuhkan terapi yang dapat menenangkan diri dan pikirannya. Pada umumnya, manusia memiliki sisi ruhani yang dapat menjadi penenang. Untuk mencapai kestabilan rohani, seorang dapat dibantu oleh rohaniwan, dengan demikian Pasal 63 KUHAP memberikan kepada tersangka atau terdakwa hak untuk menghubungi dan menerima kunjungan dari rohaniwan.
Hak untuk diiadili Secara Terbuka untuk Umum
Selain mendapatkan hak dikunjungi rohaniwan, tersangka atau terdakwa juga berhak diadili secara terbuka di pengadilan. Ini ditujukan agar semua pihak dapat mengetahui apakah yang disangkakan atau didakwakan kepada orang tersebut terbukti atau tidak. Apalagi pada era transparansi ini, pengadilan terbuka untuk umum merupakan salah satu asas yang fundamental dalam sistem peradilan.
Hak untuk Mengajukan Saksi yang Menguntungkan
Tersangka atau terdakwa berhak untuk mengusahakan dan mengajukan saksi dan/atau seseorang yang memiliki keahlian khusus guna memberikan keterangan yang menguntungkan bagi dirinya. Pada umumnya, pihak penyidik atau penuntut umum tidak memberikan informasi yang jelas bahwa tersangka atau terdakwa bahwa ia memilih hak untuk mengajukan saksi yang menguntungkan. Hal ini telah diatur dalam KUHP pasal 65 sebagai berikut:
"Tersangka atau terdakwa berhak untuk mengusahakan diri mengajukan saksi dan atau seseorang yang memiliki keahlian khusus guna memberikan keterangan yang menguntungkan bagi dirinya."
Hak Menuntut Ganti Kerugian
Tersangka atau terdakwa berhak menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi sebagaimana diatur dalam Pasal 95 KUHAP. Tersangka atau terdakwa dapat menuntut pihak kepolisian dan kelakuan sebagai akibat kealpaan mereka.
Hak Memperoleh Rehabilitasi
Rehabilitasi dalam proses perkara pidana lebih cenderung memberikan makna pemulihan nama baik. Hak memperoleh rehabilitasi ini diatur dalam Pasal 97 KUHAP sebagai berikut:
Seorang berhak memperoleh rehabilitasi apabila oleh pengadilan diputus bebas atau diputus lepas dari segala tuntutan hukum yang putusannya telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Rehabilitasi tersebut diberikan dan dicantumkan sekaligus dalam putusan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Permintaan rehabilitasi oleh tersangka atas penangkapan atau penahanan tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (1) yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan negeri diputus oleh hakim pra-peradilan yang dimaksud dalam Pasal 77.
Sedangkan pengertian rehabilitasi menurut Kamus Besar Bahasa lndonesia adalah pemulihan kepada kedudukan atau keadaan yang dahulu atau semula. Pasal 9 UU No. 14 Tahun 1970 tentang Kekuasaan Kehakiman mengataksn bahwa seseorang yang ditangkap, ditahan, dituntut atau diadili tanpa alasan berdasarkan UU, atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan berhak menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi. Pengertian rehabilitasi dalam UU No. I4 Tahun 1970 adalah pemulihan hak seseorang dalam kemampuan atau posisi semula yang diberikan oleh pengadilan.
Kemudian menurut Pasal 1 butir 22 KUHAP, rehabilitasi adalah hak seseorang untuk mendapat pemulihan haknya dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabamya yang diberikan pada tingkat penyidikan, penuntutan atau peradilan karena ditangkap, ditahan. dituntut atau diadili tanpa alasan berdasarkan UU atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam UU.
Hak-hak terdakwa
Hak-hak terdakwa sebagaimana dalam KUHAP adalah sebagai berikut:
Hak untuk segera diadili oleh pengadilan.
Hal ini dijelaskan dalam pasal 50 ayat (3) KUHAP:
“Terdakwa berhak segera diadili oleh pengadilan”
Terdakwa berhak untuk mengetahui dengan jelas bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang didakwakan kepadanya, hal ini diatur dalam pasal 51 butir b.
Hak memberikan keterangan secara bebas kepada hakim. Hal ini diatur dalam Pasal 52.
pasal 52:
“Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan, tersangka atau terdakwa harus berhak memberikan keterangan secara bebas kapada penyidik atau hakim”
Hak untuk mendapatkan juru bahasa dalam pemeriksaan di pengadilan.
hal ini diatur dalam Pasal 53 ayat 1, sebagai berikut:
"Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan, tersangka atau terdakwa berhak untuk setiap waktu mendapat bantuan juru bahasa sebagaimana dimaksud dalam pasal 177."
Hak mendapatkan bantuan hukum dan memilih sendiri Penasehat Hukum pada setiap tingkat pemeriksaan.
Hal ini diatur dalam pasal 54 dan Pasal 55.
Pasal 54:
"Guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tatacara yang ditentukan dalam undang-undang ini."
Pasal 55:
Untuk mendapatkan penasihat hukum tersebut dalam Pasal 54, tersangka atau terdakwa berhak memiih sendiri penasihat hukumnya.
Hak untuk mendapat nasihat hukum dari penasihat hukum yang ditunjuk oleh pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan bagi terdakwa yang ancam pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih dengan biaya cuma-cuma (Pasal 56 ayat (1) dan (2)).
Hak menghubungi penasihat hukumnya.
hal ini diatur dalam pasal 57 ayat 1:
"Tersangka atau terdakwa yang dikenakan penahanan berhak menghubungi penasihat hukumnya sesuai dengan ketentuan undang-undang ini."
Hak terdakwa yang berkebangsaan asing yang dikenakan penahanan berhak menghubungi dan berbicara dengan perwakilan (Pasal 57 ayat (2)).
Hak untuk menghubungi dokter bagi terdakwa yang ditahan (Pasal 58)
Hak untuk diberitahu kepada keluarganya atau orang lain yang serumah dengan terdakwa ataupun orang lain yang bantuannya dibutuhkan untuk mendapatkan bantuan hukum atau jaminan bagi penangguhannya dan hak untuk berhubungan dengan keluarga dengan maksut yang sama diatas. (Pasal 59 dan Pasal 60)
Hak untuk di kunjungan sanak keluarganya dalam hal yang tidak ada hubungannya dengan perkara terdakwa untuk kepentingan pekerjaan atau untuk kepentingan kekeluargaan (Pasal 61)
Hak terdakwa untuk berhubungan surat-meyurat kepada penasihat hukumnya (Pasal 62).
Hak untuk menghubungi dan menerima kunjungan dari rohaniwan (Pasal 63)
hak terdakwa untuk diadili di sidang pengadilan yang terbuka untuk umum (Pasal 64).
Hak untuk mengajukan saksi dan ahli yang a de charge (Pasal 65)
hal ini diatur dalam pasal 65 KUHAP sebagai berikut:
"Tersangka atau terdakwa berhak untuk mengusahakan diri mengajukan saksi dan atau seseorang yang memiliki keahlian khusus guna memberikan keterangan yang menguntungkan bagi dirinya."
Hak agar tidak dibebani kewajiban pembuktian (Pasal 66).
Hak untuk mengajukan banding, kasasi dan melakukan Peninjauan kembali
hal ini telah dijelaskan dalam Pasal 67, Pasal 233, Pasal 244 dan Pasal 263 ayat (1).
Pasal 67:
"Terdakwa atau penuntut umum berhak untuk minta banding terhadap putusan pengadilan tingkat pertama kecuali terhadap putusan bebas, lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkut masalah kurang tepatnya penerapan hukum dan putusan pengadilan dalam acara cepat."
Hak menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi (Pasal 68, Pasal 95 ayat (1), dan Pasal 97 ayat (1) ).
Hak mengajukan keberataan tantang tidak berwenang mengadili perkaranya atau dakwaan tidak dapat diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan.
hal ini diatur dalam pasal 156 ayat 1 KUHAP sebagai berikut:
"Dalam hal terdakwa atau penasihat hukum mengajukan keberatan bahwa pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya atau dakwaan tidak dapat diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan, maka setelah diberi kesempatan kepada penuntut umum untuk menyatakan pendapatnya, hakim mempertimbangkan keberatan tersebut untuk selanjutnya mengambil keputusan."
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Selama lebih dari tiga puluh tahun, Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) diundangkan melalui undang-undang nomor 8 tahun 1981 berlaku hadir menggantikan Het Herziene Inlandsch Reglement (HIR0 sebagai paying hukum acara pidana di Indonesia. Pada awalnya KUHAP lahir dengan semangat untuk mengangkat dan menempatkan tersangka atau terdakwa dalam kedudukan yang sama di depan hokum, melalui jaminan perlindungan hak-hak tersangka/ terdakwa yang sebelumnya kurang di akomodir di dalam HIR.
Tujuan awalnya, KUHAP menempatkan tersangka/terdakwa sebagai subjek dimana dalam setiap pemeriksaan tersangka/terdakwa harus diperlakukan dalam kedudukan sebagai manusia yang mempunyai harkat, martabat dan harga diri. Namun praktiknya, sering kali tersangka/terdakwa terlihat sebagai objek yang di tanggali hak asasi dan harkat martabat kemanusiaannya secara sewenang-wenang oleh aparat penegak hukum.
Oleh karena itu, dalam makalah ini penulis akan memaparkan tentang hak-hak tersangka dan terdakwa, dengan tujuan agar hukum ditegakkan sebagaimana mestinya, dengan tetap menghormati terhadap hak-hak asasi manusia (tersangka/terdakwa), dan kesamaan di depan hukum.
Rumusan Masalah
Apa definisi tersangka dan terdakwa.?
apa saja hak-hak tersangka.?
apa saja hak-hak terdakwa.?
BAB II
PEMBAHASAN
Definisi tersangka dan terdakwa
Adanya hak-hak hukum bagi setiap tersangka dan terdakwa, itu sudah dapat di telusuri sejak awal. Rumusan pengertian hukum atas kedua status itu, bahkan sebelum KUHAP tidak dibedakan antara keduanya. Akan tetapi setalah adanya KUHAP ada usaha untuk mendefinisikan tersangka dan terdakwa.
Dalam pasal 1.14 KUHAP menyatakan:
“Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana”
Inti dari penentuan status tersangka itu terletak pada “dugaan” dan “bukti permulaan” yang masih memerlukan penyelidikan dan penyidikan sampai pada tahap pengajuan surat dakwaan nanti dibacakan oleh jaksa penuntut umum dalam acara persidangan.
Selanjutnya, pasal 1.15 merumuskannya akan menjadi status terdakwa.
“Terdakwa adalah seorang tersangka yang di tuntut, diperiksa,dan diadili di sidang pengadilan”
Jadi dapat dikatakan bahwa tersangka masih pada tingkat pemeriksaan penyidik (polisi), sedangkan terdakwa sudah pada tingkat jaksa (penuntut umum) dan pemeriksaan pengadilan.
Selama berstatus sebagai tersangka atau terdakwa itu, tetap berlaku baginya praduga tak bersalah. Namun, penggunaan asas itu bukan berarti menjadi alasan hukum baginya untuk tidak dapat dilakukan pemeriksaan, yang menjadi soal utama dalam penggunaan asas itu adalah perlindungan hak-hak keperdataannya tidak boleh sampai di abaikan atau di tiadakan, misalnya dalam status pekerjaan atau profesinya, dan hak keperdataan untuk melakukan perbuatan hukum seperti jual beli, serah terima, dan sebagainya. Adapun hak-hak tersangka dan terdakwa akan dijelaskan di bawah ini.
Hak-hak tersangka
Seperti yang sudah di jelaskan di awal tadi, tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.
Adapun hak-hak tersangka sebagaimana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHP) adalah sebagai berikut:
Hak untuk segera diperiksa oleh penyidik, dan diajukan kepada penuntut umum
Ketentuan ini diatur dalam pasal 50 ayat (1) dan (2) KUHAP sebagai berikut:
Tersangka berhak segera mendapat pemeriksaan oleh penyidik dan selanjutnya dapat diajukan kepada penuntut umum
Tersangka berhak perkaranya segera diadili oleh pengadilan.
Diberikannaya hak kepada tersangka atau terdakwa dalam pasal ini adalah untuk menjauhkan kemungkinan terkantung-kantungnya nasib seorang yang disangka melakukan tindak pidana terutama mereka yang dikenakan penahanan, jangan sampai lama mendapatkan pemeriksaan sehingga dirasakan tidak adanya kepastian hukum, adanya perlakuan sewenang-wenang dan tidak wajar. Selain itu juga, untuk mewujudkan peradilan yang dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan.
Hak untuk diberitahukan dengan bahasa yang dimengerti tentang apa yang disangkakan kepadanya.
Pemahaman terhadap penggunaan bahasa menduduki posisi yang penting terhadap proses hukum. Mulai penyelidikan hingga penuntutan, seorang tersangka berhak untuk diberitahukan dengan bahasa yang dimengerti oleh tersangka tersebut. Hal ini diatur dalam pasal 51 butir a KUHP:
Untuk mempersiapkan pembelaan:
Tersangka berhak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan kepadanya waktu pemeriksaan dimulai.
Penjelasan dalam pasal tersebut diterangkan, dengan diketahui serta dimengerti oleh orang yang disangka melakukan tindak pidana tentang perbuatan apa yang sebenarnya disangka telah dilakukan olehnya, maka ia akan merasa terjamin kepentingannya untuk mengadakan persiapan dalam usaha pembelaan. Dengan demikian ia akan mengetahui berat ringannya sangkaan terhadap dirinya sehingga selanjutnya ia akan dapat mempertimbangkan tingkat atau pembelaan yang dibutuhkan, misalnya perlu atau tidaknya ia mengusahakan bantuan hukum untuk pembelaan tersebut.
Hak memberikan keterangan secara bebas kepada penyelidik.
Hak ini diatur dalam pasal 52 KUHP yaitu “Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan, tersangka atau terdakwa harus berhak memberikan keterangan secara bebas kapada penyidik atau hakim”
Penjelasan tersebut supaya pemeriksaan dapat mencapai hasil yang tidak menyimpang daripada yang sebenarnya maka tersangka harus dijauhkan dari rasa takut. Oleh karena itu, wajib dicegah adanya paksaan atau tekanan terhadap tersangka.
Hak untuk mendapatkan juru bahasa dalam penyidikan.
Ketentuan ini diatur dalam pasal 177 dan 178 KUHAP sebagai berikut:
Pasal 177 KUHAP.
Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan, tersangka atau terdakwa berhak untuk setiap waktu mendapat bantuan juru bahasa sebagaimana dimaksud dalam pasal 177 KUHAP.
Dalam hal tersangka atau terdakwa bisu dan/atau tuli diberlakukan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 178 KUHP
Pasal 178 KUHP.
Jika terdakwa atau saksi bisu dan/atau tuli serta tidak dapat menulis, hakim ketua sidang mengangkat sebagai penerjemah orang yang pandai bergaul dengan terdakwa atau saksi itu.
Jika terdakwa atau saksi bisu dan/atau tuli serta dapat menulis, hakim ketua sidang menyampaikan semua pertanyaan atau teguran kepadanya secara tertulis dan kepada terdakwa atau saksi tersebut diperintahkan untuk menulis jawabannya dan selanjutnya semua pertanyaan serta jawaban harus dibacakan.
Ketentuan yang sama terdapat dalam pasal 53 KUHAP yang menyatakan bahwa tidak semua tersangka terdakwa mengerti bahasa Indonesia dengan baik, terutama orang asing, sehingga meraka tidak mengerti apa yang sebenarnya di snagkakan atau di dakwakan. Oleh karena itu, mereka berhak mendapat bantuan juru bahasa.
Hak Mendapatkan Bantuan Penasihat Hukum
Perlakuan yang sama di hadapan hukum (equality before the law) adalah hak asasi manusia, ia harus diimbangi dengan persamaan perlakuan (equal treatment) agar tak dilanggar karena berbagai alasan seperti struktur sosial, dan status ekonomi.
Hak bantuan hukum dimiliki setiap orang, khususnya orang tidak mampu agar ia mendapatkan keadilan. jaminan hak ini terdapat dalam standar hukum internasional dan nasional sebagai bentuk pernenuhan hak dasar yang telah diakui secara universal.
Hak atas bantuan hukum dijamin dalam konstitusi Indonesia melalui UUD 1945,yaitu:
Pasal 27 ayat (1) menjamin setiap warga negara adalah sama kedudukamya didalam hukum dan pemerintahan, serta wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan;
Pasal 28 D (1) menjamin bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum;
Pasal 28 I (l) menjamin hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak di tuntut atas dasar hukum yang berlaku surut sebagai hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.
Hak bantuan hukum diatur pelaksanaannya dalam Pasal 17, 18, 19, dan 34 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, Undang-undang No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, dengan perubahannya dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 1999, khususnya Pasal 35 yang menyatakan setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan hukum.
Dalam sistem peradilan Indonesia, hak atas bantuan hukum diatur oleh Pasal 54 KUHAP sebagai berikut:
“Guna kepentingan pembelaan diri, Tersangka atau Terdakwa berhak mendapatkan bantuan hukum oleh seseorang atau beberapa orang penasihat hukum pada setiap tingkat pemeriksaan, dan dalam setiap waktu yang diperlukan."
Ditegaskan kemudian dalam Pasal 56 KUHAP, bantuan hukum menjadi KEWAIIBAN khususnya terhadap tindak pidana tertentu.
Diancam dengan pidana mati, hukuman lima belas tahun lebih;
Tersangka atau Terdakwa tidak mampu menyediakan sendiri atau ancaman hukuman pidana yang bersangkutan atau didakwakan lima tahun atau lebih. Hak mendapat bantuan hukum dijumpai pula dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Kewajiban memberikan bantuan hukum cuma-cuma (prodeo) juga menjadi kewajiban advokat sebagaimana diatur dalam Pasal 22 UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat dan Pasal 7 (h) Kode Etik Advokat Indonesia (KEAI).
Hak Menghubungi Penasihat Hukum
Setiap tersangka atau terdakwa memiliki hak untuk menghubungi penasihat hukum, apalagi yang bersangkutan diancam dengan hukuman di atas lima tahun. Hal ini diatur dalam Pasal 57 ayat (1) sebagai berikut:
Tersangka atau terdakwa yang dikenakan penahanan berhak menghubungi penasihat hukumnya sesuai dengan ketentuan undang-undang ini.
Hak tersangka yang berkebangsaan asing yang dikenakan penahanan berhak menghubungi dan berbicara dengan perwakilan.
Hal ini diatur dalam pasal 67 ayat (2) sebagai berikut:
Tersangka atau terdakwa yang berkebangsaan asing yang dikenakan penahanan berhak menghubungi dan berbicara dengan perwakilan negaranya dalam menghadapi proses perkaranya.
Hak Menerima Kunjungan Dokter bagi tersangka yang di tahan.
Kesehatan jasmani dan rohani bagi tersangka atau terdakwa sangatlah penting. Sebab seseorang yang disangka atau didakwa melakukan perbuatan pidana berpotensi mengalami gangguan kesehatan baik fisik atau mental. Untuk itulah hak menerima kunjungan dokter pribadi sangatlah manusiawi. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 58 KUHAP yang menyatakan sebagai berikut:
“Tersangka atau terdakwa yang dikenakan penahanan berhak menghubungi dan menerima kunjungan dokter pribadinya untuk kepentingan kesehatan baik yang ada hubungannya dengan proses perkara maupun tidak”.
Hak Menerima Kunjungan Keluarga
Seorang tersangka atau terdakwa memerlukan motivator atau teman dalam menghadapi kasusnya. Pada umumnya keluargalah teman terbaik untuk dijadikan teman curhat untuk sekadar bermusyawarah dalam mencari jalan terbaik. Ketentuan hak menerima kunjungan keluarga ini diatur dalam Pasal 60 dan 61 KUHAP sebagai berikut:
Pasal 60:
“Mempunyai hubungan kekeluargaan atau lainnya dengan tersangka atau terdakwa guna mendapatkan jaminan bagi penangguhan penahanan ataupun untuk usaha mendapatkan bantuan hukum.”
Sedangkan dalam Pasal 61 KUHAP:
“tersangka atau terdakwa berhak secara langsung atau dengan perantaraan penasihat hukumnya menghubungi dan menerima kunjungan sanak keluarganya dalam hal yang tidak ada hubungannya dengan perkara tersangka atau terdakwa untuk kepentingan pekerjaan atau untuk kepentingan kekeluargaan.”
Hak untuk berhubungan surat-menyurat kepada penasihat hukumnya.
Meskipun terdakwa atau tersangka dikekang kebebasannya dalam berinteraksi dengan dunia luar, tetapi tersangka atau terdakwa masih memiliki hak untuk berkomunikasi dengan bebas melalui surat. la berhak untuk menerima dan mengirim surat sesuai dengan ketentuan berikut:
Tersangka atau terdakwa berhak mengirim surat kepada penasihat hukumnya, dan menerima surat dari penasihat hukumnya dan sanak keluarga setiap kali yang diperlukan olehnya, untuk keperluan itu bagi tersangka atau terdakwa disediakan alat tulis-menulis.
Surat-menyurat antara tersangka atau terdakwa dengan penasihat hukumnya atau sanak keluarganya tidak diperiksa oleh penyidik, penuntut umum, hakim, atau pejabat rumah tahanan negara kecuali jika terdapat cukup alasan untuk diduga bahwa surat-menyurat itu disalahgunakan.
Dalam hal surat untuk tersangka atau terdakwa itu ditilik atau diperiksa oleh penyidik, penuntut umum, hakim atau pejabat rumah tahanan negara, hal itu diberitahukan kepada tersangka atau terdakwa dan surat tersebut dikirim kembali kepada pengirimnya setelah dibubuhi cap yang berbunyi “telah ditilik”.
Hak untuk menghubungi dan Menerima Kunjungan Rohaniwan
Seorang tersangka atau terdakwa berpotensi mengalami gangguan secara psikis. Sebab ia dihadapkan pada persoalan yang membelenggu kebebasannya. oleh karena itu, ia membutuhkan terapi yang dapat menenangkan diri dan pikirannya. Pada umumnya, manusia memiliki sisi ruhani yang dapat menjadi penenang. Untuk mencapai kestabilan rohani, seorang dapat dibantu oleh rohaniwan, dengan demikian Pasal 63 KUHAP memberikan kepada tersangka atau terdakwa hak untuk menghubungi dan menerima kunjungan dari rohaniwan.
Hak untuk diiadili Secara Terbuka untuk Umum
Selain mendapatkan hak dikunjungi rohaniwan, tersangka atau terdakwa juga berhak diadili secara terbuka di pengadilan. Ini ditujukan agar semua pihak dapat mengetahui apakah yang disangkakan atau didakwakan kepada orang tersebut terbukti atau tidak. Apalagi pada era transparansi ini, pengadilan terbuka untuk umum merupakan salah satu asas yang fundamental dalam sistem peradilan.
Hak untuk Mengajukan Saksi yang Menguntungkan
Tersangka atau terdakwa berhak untuk mengusahakan dan mengajukan saksi dan/atau seseorang yang memiliki keahlian khusus guna memberikan keterangan yang menguntungkan bagi dirinya. Pada umumnya, pihak penyidik atau penuntut umum tidak memberikan informasi yang jelas bahwa tersangka atau terdakwa bahwa ia memilih hak untuk mengajukan saksi yang menguntungkan. Hal ini telah diatur dalam KUHP pasal 65 sebagai berikut:
"Tersangka atau terdakwa berhak untuk mengusahakan diri mengajukan saksi dan atau seseorang yang memiliki keahlian khusus guna memberikan keterangan yang menguntungkan bagi dirinya."
Hak Menuntut Ganti Kerugian
Tersangka atau terdakwa berhak menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi sebagaimana diatur dalam Pasal 95 KUHAP. Tersangka atau terdakwa dapat menuntut pihak kepolisian dan kelakuan sebagai akibat kealpaan mereka.
Hak Memperoleh Rehabilitasi
Rehabilitasi dalam proses perkara pidana lebih cenderung memberikan makna pemulihan nama baik. Hak memperoleh rehabilitasi ini diatur dalam Pasal 97 KUHAP sebagai berikut:
Seorang berhak memperoleh rehabilitasi apabila oleh pengadilan diputus bebas atau diputus lepas dari segala tuntutan hukum yang putusannya telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Rehabilitasi tersebut diberikan dan dicantumkan sekaligus dalam putusan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Permintaan rehabilitasi oleh tersangka atas penangkapan atau penahanan tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (1) yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan negeri diputus oleh hakim pra-peradilan yang dimaksud dalam Pasal 77.
Sedangkan pengertian rehabilitasi menurut Kamus Besar Bahasa lndonesia adalah pemulihan kepada kedudukan atau keadaan yang dahulu atau semula. Pasal 9 UU No. 14 Tahun 1970 tentang Kekuasaan Kehakiman mengataksn bahwa seseorang yang ditangkap, ditahan, dituntut atau diadili tanpa alasan berdasarkan UU, atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan berhak menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi. Pengertian rehabilitasi dalam UU No. I4 Tahun 1970 adalah pemulihan hak seseorang dalam kemampuan atau posisi semula yang diberikan oleh pengadilan.
Kemudian menurut Pasal 1 butir 22 KUHAP, rehabilitasi adalah hak seseorang untuk mendapat pemulihan haknya dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabamya yang diberikan pada tingkat penyidikan, penuntutan atau peradilan karena ditangkap, ditahan. dituntut atau diadili tanpa alasan berdasarkan UU atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam UU.
Hak-hak terdakwa
Hak-hak terdakwa sebagaimana dalam KUHAP adalah sebagai berikut:
Hak untuk segera diadili oleh pengadilan.
Hal ini dijelaskan dalam pasal 50 ayat (3) KUHAP:
“Terdakwa berhak segera diadili oleh pengadilan”
Terdakwa berhak untuk mengetahui dengan jelas bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang didakwakan kepadanya, hal ini diatur dalam pasal 51 butir b.
Hak memberikan keterangan secara bebas kepada hakim. Hal ini diatur dalam Pasal 52.
pasal 52:
“Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan, tersangka atau terdakwa harus berhak memberikan keterangan secara bebas kapada penyidik atau hakim”
Hak untuk mendapatkan juru bahasa dalam pemeriksaan di pengadilan.
hal ini diatur dalam Pasal 53 ayat 1, sebagai berikut:
"Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan, tersangka atau terdakwa berhak untuk setiap waktu mendapat bantuan juru bahasa sebagaimana dimaksud dalam pasal 177."
Hak mendapatkan bantuan hukum dan memilih sendiri Penasehat Hukum pada setiap tingkat pemeriksaan.
Hal ini diatur dalam pasal 54 dan Pasal 55.
Pasal 54:
"Guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tatacara yang ditentukan dalam undang-undang ini."
Pasal 55:
Untuk mendapatkan penasihat hukum tersebut dalam Pasal 54, tersangka atau terdakwa berhak memiih sendiri penasihat hukumnya.
Hak untuk mendapat nasihat hukum dari penasihat hukum yang ditunjuk oleh pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan bagi terdakwa yang ancam pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih dengan biaya cuma-cuma (Pasal 56 ayat (1) dan (2)).
Hak menghubungi penasihat hukumnya.
hal ini diatur dalam pasal 57 ayat 1:
"Tersangka atau terdakwa yang dikenakan penahanan berhak menghubungi penasihat hukumnya sesuai dengan ketentuan undang-undang ini."
Hak terdakwa yang berkebangsaan asing yang dikenakan penahanan berhak menghubungi dan berbicara dengan perwakilan (Pasal 57 ayat (2)).
Hak untuk menghubungi dokter bagi terdakwa yang ditahan (Pasal 58)
Hak untuk diberitahu kepada keluarganya atau orang lain yang serumah dengan terdakwa ataupun orang lain yang bantuannya dibutuhkan untuk mendapatkan bantuan hukum atau jaminan bagi penangguhannya dan hak untuk berhubungan dengan keluarga dengan maksut yang sama diatas. (Pasal 59 dan Pasal 60)
Hak untuk di kunjungan sanak keluarganya dalam hal yang tidak ada hubungannya dengan perkara terdakwa untuk kepentingan pekerjaan atau untuk kepentingan kekeluargaan (Pasal 61)
Hak terdakwa untuk berhubungan surat-meyurat kepada penasihat hukumnya (Pasal 62).
Hak untuk menghubungi dan menerima kunjungan dari rohaniwan (Pasal 63)
hak terdakwa untuk diadili di sidang pengadilan yang terbuka untuk umum (Pasal 64).
Hak untuk mengajukan saksi dan ahli yang a de charge (Pasal 65)
hal ini diatur dalam pasal 65 KUHAP sebagai berikut:
"Tersangka atau terdakwa berhak untuk mengusahakan diri mengajukan saksi dan atau seseorang yang memiliki keahlian khusus guna memberikan keterangan yang menguntungkan bagi dirinya."
Hak agar tidak dibebani kewajiban pembuktian (Pasal 66).
Hak untuk mengajukan banding, kasasi dan melakukan Peninjauan kembali
hal ini telah dijelaskan dalam Pasal 67, Pasal 233, Pasal 244 dan Pasal 263 ayat (1).
Pasal 67:
"Terdakwa atau penuntut umum berhak untuk minta banding terhadap putusan pengadilan tingkat pertama kecuali terhadap putusan bebas, lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkut masalah kurang tepatnya penerapan hukum dan putusan pengadilan dalam acara cepat."
Hak menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi (Pasal 68, Pasal 95 ayat (1), dan Pasal 97 ayat (1) ).
Hak mengajukan keberataan tantang tidak berwenang mengadili perkaranya atau dakwaan tidak dapat diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan.
hal ini diatur dalam pasal 156 ayat 1 KUHAP sebagai berikut:
"Dalam hal terdakwa atau penasihat hukum mengajukan keberatan bahwa pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya atau dakwaan tidak dapat diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan, maka setelah diberi kesempatan kepada penuntut umum untuk menyatakan pendapatnya, hakim mempertimbangkan keberatan tersebut untuk selanjutnya mengambil keputusan."
0 Komentar