Tafsir dan Hadist Ilmu Falak

Recent Posts

Tafsir dan Hadist Ilmu Falak

BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Ilmu merupakan salah satu yang harus dimiliki dan dipelajari oleh manusia sebagaimana wakyu yang turun pertama kali kepada Nabi Muhammad, dimana kita diperintahkan untuk membaca, dengan membaca kita bisa mempelajari berbagai macam ilmu yang ada didunia ini, tak terkecuali dengan ilmu pengetahuan dan juga ilmu falak.
Ilmu pengetahuan memiliki permbahasan yang sangat luas, karena itu juga diharuskan untuk memiliki pengetahuan yang luas, namun semua itu tak akan lengkap apabila kita tak bisa beribadah dengan Allah. Salah satu disiplin ilmu yang dapat membantu kita dalam beribadah adalah ilmu falak, yang sebagian membahas tentang waktu untuk beribadah dan memenuhi apa yang diharuskan untuk menunjang ibadah, seperti menghadap kiblat.
RUMUSAN MASALAH
Pengertian Ilmu Pengetahuan dan Ilmu Falak?
Bagaimana pandangan Al-Qur’an dan Hadits terhadap Ilmu Pengetahuan dan Ilmu Falak?
Apa saja cara yang bisa dilakukan untuk mendapatkan ilmu?
Manfaat Ilmu Falak menurut Al-Qur’an?







BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Ilmu Pengetahuan dan Ilmu Falak
Ilmu, sains, atau ilmu pengatahuan adalah usaha- usaha sadar untuk menyelidiki, menentukan dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi ini dibatasi suapaya dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannta, dan kepasian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.
Menurut bahasa, “falak” berasal dari bahasa Arab فلك yang mempunya arti orbit atau lintasan benda-benda langit. Sehingga dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang lintasan benda-benda langit, di antara Bumi, Bulan dan Matahari. Namun bukan hanya membahas tentang pergerakan benda langit saja. Menurut Howard R. Turner, pada abad pertengahan oleh kaum Muslim ini juga disebut sebagai ilmu miiqaat/sains penentu waktu, yaitu sain yang mempelajari tentang penentuan waktu-waktu tertentu yang dilakukan melalui metode pengamatan langsung dan menggunakan alat serta melalui perhitungan matematis dalam rangka menentukan waktu untuk beribadah, matahari tenggelam, malam, fajar, lewat tengah malam, dan sore.
Selain pengertian di atas, ilmu Falak dalam kalangan umat Islam sering disebut juga ilmu Hisab, sebagaimana yang dijelaskan oleh Howard, ilmu ini melakukan perhitungan untuk mengetahui waktu-waktu tertentu.
Namun menurut Ahmad Izzudin, ilmu Falak bukan hanya perihal hisab yang didasarkan pada perhitungan saja, namun ilmu falak juga didasarkan pada pengamatan, sehingga ilmu falak merupakan ilmu yang didasarkan kepada hisab(perhitungan) dan rukyah(pengamatan).
Bukan hanya itu saja ilmu falak juga disebut sebagai ilmu astronomi, sebab ilmu falak juga mempelajari tentang pergerakan benda langit, namun untuk keperluan ibadah yang digunakan sementara terbatas hanya kepada Bumi, Bulan dan Matahari saja.
Macam Ilmu Berdasarkan Cara Mendapatkannya
Ilmu yang kita perlukan dalam hidup ini beraneka macam. Dan berbagai macam cara juga harus kita tempuh untuk memperoleh ilmu tersebut. Menurut Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddiqieqy ada beberapa macam ilmu berdasarkan cara mendapatkannya:
Pertama, ilmu-ilmu yang kita peroleh dengan bantuan guru/seseorang untuk mengetahuinya, seperti: hal-hal yang dapat dirasakan pancaindera dan perasaan halus(intuisi).
Kedua, ilmu-ilmu yang diperoleh tanpa bantuan guru/seseorang yang mampu menjelaskannya, lantaran akal manusia tak mampu menjangkaunya, misalnya, bagaimana Tuhan menjadikan alam pada permulaannya.
Sebagaimana contoh seorang dokter bisa menjelaskan bagaimana binatang-binatang itu dilahirkan dalam tahap-tahap yang harus dilaluinya. Juga untuk kelahiran manusia, sejak dari setetes mani(sperma) hingga insan yang berakal.
Ahli tanaman mengetahui bagaimana tanaman-tanaman tumbuh dan hidup, bagaimana dia tumbuh dan mencari makanan.
Akan tetapi, mereka tidak mampu mengetahui, bagaimana asal mula macam-macam binatang, tidak mampu mengetahui asal-usul manusia dan tumbuh-tumbuhan pada permulaannya.
Ringkasnya, hakikat penciptaan sesuatu makhluk tidak bisa diketahui oleh manusia, sebagaimana manusia tidak mungkin mengetahui hakikat Dzat Allah dan sifat-sifat-nya.
Ketiga, ilmu yang mudah kita ketahui dengan jalan nazhar (pengelihatan), isidlal (menggunakan dalil), dan tajribah(pengalaman) dan pemeriksaan(penyelidikan), seperi ilmu alam, ilmu hitung, ilmu bercocok tanam, ilmu bintang dan falak, serta keadaan jagat raya, seperti periode-periode hilal dan perpindahan(pergantian)-nya.
Ilmu yang seperti ini bukan Nabi yang harus menjelaskannya, dan bukan kepadanya kita harus bertanya. Jika kita bertanya kepada Nabi tentang hal itu berarti kita tidak tahu tugas kenabian. Juga berarti kita tidak mempergunakan akal yang diberikan oleh Allah untuk memperoeh pengetahuan tentang hal itu.
Nabi Muhammad sendiri telah membayangkan yang demikian itu, ketika ditanya tentang pengawinan tanaman korma, dan beliau pun bersabda:
أَنْتُمْ أَعْلَمُ بِأُمُوْرِ دُنْيَاكُمْ
“Kamu lebih mengatahui tentang urusan duniamu”.
Nabi pernah mencegah penduduk Madinah mengawinkan tanaman kurma, sehingga karenanya kurma-kurma meraka tidak menghasilkan buah yang berkualitas tinggi. Ketika akhirnya penduduk memberi keterangan kepada Nabi, maka beliau menyampaikan pendapatnya seperti hadits di atas. Para sahabat bertanya kepada Nabi tentang hilal(penanggalan), sedangkan hilal bukanlah ilmu yang harus beliau jawab, ilmu yang berkaitan dengan persoalan-persoalan keduniaan, seperti mengatahui gerakan bintang, barang logam, tumbuh-tumbuhan dan tabiat binatang, bisa ditanya kepada orang lain, tidak kepada Nabi.
Berbeda dengan syariat atau hukum-hukum yang berkaitan dengan takwa, hal ini harus ditanyakan kepada Nabi sendiri. Karena itu riwayat-riwayat yang menjelaskan sebab ayat ini turun bukanlah sebab bagi turunnya ayat, melainkan kejadian-kejadian itu dicakup oleh ayat ini.
Teungku Hasbi juga menjelaskan dalam kitabnya bahwa, sejarah yang ditulis dalam Al-Qur’an bukanlah disebukan atas dasar kisah, warta umat atau negara, untuk kita ketahui ceritanya. Sejarah itu diturunkan untuk ibarat atau pelajaran.
Keempat, ilmu yang wajib kita miliki berkaitan dengan Khalik yang telah menunjuki akal kita untuk mengimani ayat-ayat(tanda kekuasaan)-Nya yang bisa disaksikan di segala penjuru alam ataupun pada diri manusia. Kita memerlukan penegasan yang meyakinkan tentang apa yang wajib kita percayai terhadap Allah dan hikmat penciptaan manusia serta hal-hal yang berkaitan, yaitu bersyukur kepada Allah, beribadah kepada-Nya, dan bagaimana keadaan hidup di akhirat yang menjadi tujuan segenap manusia.
Ilmu-ilmu yang berkaitan dengan hal ini tidak bisa diperoleh dengan jalan usaha manusia sendiri.
Di antara mereka ada yang menyangkal bahwa hidup di akhirat nanti dalam bentuk fisik seperti sekarang ini. Pembalasannya pun dengan apa yang kita peroleh di dunia. Karena itu, mereka membuat obat yang bisa mengawetkan jasad(jenazah) dan memelihara segala peralatan dan perabot, seperti mummi Fir’aun di Mesir.
Dengan ini jelaslah manusia memerlukan seorang penunjuk yang menyampaikan wahyu Allah. Segala keterangan yang diberikan kepada kita dan tidak mungkin bisa kita peroleh melalui perasaan, pancaindera ataupun akal, kita terima dengan dasar iman berserah diri(taslim).
Kelima, ilmu yang manusia sanggup mengetahui kemanfaatannya, akan tetapi ada kemungkinan salah karena selalu dipengaruhi syahwat dan nafsu; yang selalu menjadi penghalang antara akal dan hakikat sesuatu, atau mencampuradukkan anatara kebenaran dan kebatilan, atau yang menyamarkan antara yang berguna dan yang menyengsarakan.
Orang tahu, bahwa arak dan sejenisnya adalah minuman yang banyak mendatangkan kemadharatan, karena memabukkan. Tetapi syahwat dan nafsu selalu menutup akal, sehingga tidak menyadari kemadharatannya. Karena itu manusia memerlukan penunjuk(guru, ustadz) yang mampu menolong akalnya dalam melawan hawa nafsu.
Pandangan Al-Qur’an dan Hadits Terhadap Ilmu Falak
Firman Allah SWT dalam Qs. An-Nisaa’(4) ayat 113.
وَعَلَّمَكَ مَا لَمْ تَكُن تَعْلَمُ
Artinya : “dan (Allah) telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui.”
Dalam Tafsir Jalalain yang dimaksut ayat ini lebih dikhususkan kepada hukum-hukum dan berita-berita tentang sesuatu yang ghaib. Namun hemat penulis, berpendapat bahwa segala sesuatu ilmu berasal dari Allah sebagaimana yang sudah dijelaskan dalam ayat tersebut, bahwa Allah lah yang telah mengajarkan kepada kita tentang apa yang belum kita ketahui. Walaupun hal tersebut tidak langsung seperti apa yang diterima oleh Nabi Muhammad, akan tetapi tetaplah bersumber dari Allah yang Maha Mengetahui.
Firman Allah SWT dalam Qs. At-Taubah (9) ayat 122.
فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِّنْهُمْ طَآ ئِفَةٌ لِّيَتَفَقَّهُواْ فِى الدِّيْنِ
Artinya : “Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama.”
Ayat ini memerintahkan kepada kita untuk mencari ilmu dengan cara bepergian ke tempat yang ilmunya lebih baik dalam hal agama. Namun dalam Tafsir Jalalain dituliskan bahwa yang dimaksud disi dengan golongan adalah sebagian dari golongan yang ada dalam sebuah kabilah-kabilah, sehingga tidak berpergian secara keseluruhan dalam satu kabilah tersebut, dan sebagian yang masih tetap tinggal ditujukan untuk menjaga semua yang ada dan ditinggalkan oleh sebagian yang sedang bepergian mencari ilmu.
Firman Allah SWT dalam Qs. Yasin (36) ayat 38-40.
وَالشَّمْسُ تَجْرِي لِمُسْتَقَرٍّ لَهَا ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ (38) وَالْقَمَرَ قَدَّرْنَاهُ مَنَازِلَ حَتَّى عَادَ كَالْعُرْجُونِ الْقَدِيمِ (39) لَا الشَّمْسُ يَنْبَغِي لَهَا أَنْ تُدْرِكَ الْقَمَرَ وَلا اللَّيْلُ سَابِقُ النَّهَارِ وَكُلٌّ فِي فَلَكٍ يَسْبَحُونَ
Artinya : “dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Mahaperkasa lagi Maha Mengetahui. Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua. Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan, dan malam pun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya.”
Kata naslakhu terambil dari kata salakha yang biasa digunakan dalam arti menguliti binatang, yang dimaksud disini adalah mengeluarkan. Itu sebabnya pergantian siang dan malam dilukiskan oleh Al-Qur’an dengan kata yuliju, yang artinya memasukkan. Ayat ini mengilustrasikan bumi dalam keadaan gelap dan bumi adalah planet yang cahayanya dipancarkan oleh matahari.
Ada ayat Al-Qur’an yang artinya : “Dan matahari beredar pada garis edarnya. Itulah pengaturan (Tuhan) Yang Maha Kuasa lagi Maha Mengetahui.”
Ayat diatas memberi contoh kuasa Allah yang lain sekaligus merinci dan menjelaskan kandungan ayat yang lalu. Dan inilah kuasa Allah yang telah menjadikan bagian bumi diliputi kegelapan. Bahwa matahari terus-menerus beredar pada garis edarnya secara teratur. Akibatnya peredaran itulah yang terjadi di setiap harinya serta terjadilah pagi, siang, dan malam.
Kata tajri pada mulanya digunakan menunjuk perjalanan cepat sesuatu yang memiliki kaki (berlari). Lalu, kata ini digunakan untuk menggambarkan perpindahan satu benda dari satu tempat ke tempat yang lain.
Huruf lam pada kalimat limustaqarrin ada yang memahaminya dalam arti ila, yakni menuju atau batas akhir. Ada juga yang memahaminya dalam arti agar. Sedangkan kata mustaqarr terambil dari kata qarar, yakni kemantapan/ perhentian. Patron kata yang digunakan pada ayat ini dapat beberarti tempat/ waktu. Dengan demikian, kata ini dapat mengandung beberapa makna.ia dapat berarti matahari bergerak/bererdar menuju ke tempat perhentiannya atau sampai waktu perhentiannya mencapai tempatnya. Bergerak menuju tempat perhentian dimaksud adalah peredarannya setiap hari di garis edarnya dalam keadaan sedikitpun tidak menyimpang hingga matahari terbenam, atau dalam arti lain, bergerak terus-menerus sampai waktu yang ditetapkan Allah untuk berhentinya suatu peredaran.
Ayat diatas ditutup dengan dua sifat Allah, yakni al-’aziz yang mempunyai arti Mahaperkasa dan al-’alim yang mempunyai arti Maha Mengetahui. Itu agaknya bertujuan menjelaskan bahwa pengaturan Allah terhadap benda langit seperti matahari yang demikian besar.
Ada sebuah ayat lagi didalam Al-Qur’an yang artinya: “Dan bulan, Kami menakdirkannya di manzilah-manzilah hingga kembali menjadi bagaikan tandan yang tua”.
Ayat tersebut berbicara tentang bulan. Perjalanan bulan seperti yang diatas, hal seperti itulah yang menggambarkan bagaimana perjalanan hidup manusia bimi ini. Manusia beranjak sedikit demi sedikit dari bayi, remaja, hingga dewasa.
Ayat selanjutnya mempunyai arti “Matahari tidak akan dapat mendahului bulan. Dan tidak juga malam dapat mendahului siang, dan masing-masing pada garis edarnya terus-menerus beredar.”
Setelah membicarakan masing-masing secara mandiri, matahari dan bulan, kini ayat diatas memadukan pembicaraan tentang keduanya sambil menunjukkan betapa takdir pengaturan Ilahi sangat teliti dan konsisten.
Kata yanbaghi terambil dari kata bagha yang berarti meminta. Ia pada mulanya berarti meminya sesuatu, lalu memeroleh apa yang diminta itu. Dari makna ini, lahir pengertian dapat/ mampu. Jika sesuatu tidak dapat atau tidak boleh dikerjakan, itu dapat dilukiskan dengan layanbaghi. Dari sinilah kata yang digunakan ayat diatas berarti tidak dapat atau tidak diperkennkan Allah. Ayat diatas hanya menyebut matahari dan malam yang tidak dapat mendahului bulan serta siang. Tidak menyebut sebaliknya.
Kata yasbahun pada mulanya berarti mereka berenang. Ruang angkasa diibaratkan oleh Al-Qur’an dengan samudra yang besar. Benda-benda langit diibaratkan dengan ikan-ikan yang berenang dilautan lepas itu. Allah melukiskan benda-benda itu dengan kata yang digunakan bagi yang berakal (mereka berenang).
Ayat-ayat suci diatas mengisyaratkan suatu fakta ilmiah yang baru ditemkan oleh para astronom di awal abad ke- 17M. matahari, bumi, bulan, dan seluruh planet, serta benda-benda langit lainnya bergerak di ruang angkasa dengan kecepatan dan arah tertentu. Matahari tidak dapat mendahului bulan karena keduanya beredar dalam suatu gerak linier yang tidak mungkin dapat bertemu. Sebgaimana malam-pun tidak dapat mendahului siang, kecuali jika bumi berputar pada porosnya dari timur ke barat tidak seperti seharusnya, bergerak dari barat ke timur. Bulan saat mengelilingi bumi, dan bumi saat mengelilingi matahari harus melewati kumpulan bintang-bintang yang kemudian memunculkan posisi-posisi (manazil) bulan. Maka, kita salsikan pada seperempat pertama dan kedua, bulan terlihat bagaikan tandan yang tua. Demikian secara singkat dalam Tafsir al-muntakhab.
Firman Allah SWT dalam Qs. Ar-Rahman (55) ayat 5.
الشَّمْسُ وَالْقَمَرُ بِحُسْبَانٍ
Artinya : “Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan”
Dalam ayat ini menyebutkan bahwa Matahari dan bulan beredar pada porosnya menurut perhitungan yang sangat sempurna dan ketetapan yang tanpa cacat. Dan bukan hanya dua benda angkasa ini yang tunduk dalam pengaturan Allah, tumbuh-tumbuhan yang terbatang dan pepohonan yang berbatang dan berdiri tegak pun keduanya tunduk kepada ketentuan Allah yang berlaku kepadanya. Kata (حسبنا) husban terambil dari kata (حساب) hisab yakni perhitungan. Penambahan huruf alif dan nun tersebut mengandung makna ketelitian dan kesempurnaan.
Matahari merupakan benda langit yang sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup, itulah yang disebut Allah disini. Demikian juga bulan yang mempunyai pengaruh yang tidak kecil dalam kehidupan di Bumi, juga dalam pasang dan surut air laut yang diakibatkannya dan berdampak dalam kehidupan manusia.
Dengan demikian ayat ini menunjukan bahwa matahari dan bulan beredar sesuai dengan sistem yang sangat akurat. Matahari yang kelihatannya mengelilingi bumi itu berada pada garis edarnya masing-masing mengikuti hukum gravitasi. Perhitungan peredaran itu, terutama pada bulan, terjadi demikian telitinya. Dengan peredaran yang sangat teliti itu, manusia dapat mengetahui bukan saja hari dan bulan, tetapi juga dapat mengetahui misalnya akan terjadinya gerhana, jauh sebelum terjadinya. Semua itu menunjukan kuasa allah dalam menetapkan perhitungan dan mengatur sistem alam raya, sekaligus membuktikan bila anugerahnya-Nya yang sangat besar bagi umat manusia dan seluruh makhluk.
Firman Allah SWT dalam Qs. Yunus (10) ayat 5.
…هُوَ الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاءً وَالْقَمَرَ نُورًا وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ
Artinya
“Dialah yang menjadikan matahari besinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah manzilah baginya supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungannya. Allah tidak menciptakan itu melainkan dengan haq. Dia menjelaskan ayat-ayat (-Nya)kepada orang-orang yang mengetahui.”
Ayat ini masih merupakan lanjutan dari uraian tentang kekuasaan allah serta ilmu dan hikmahnya dalam mencipta, menguasai, dan mengatur alam raya. Agaknya ia ditempatkan disini antara lain untuk mengingatkan bahwa kalau matahari dan bulan saja di atur-Nya, tentu lebih-lebih lagi manusia. Bukankah seluruh alam raya diciptakan-Nya untuk di manfaatkan manusia(baca antara lain Qs. Luqman [31]: 20). Melalui ayat ini Allah menegaskan, bahwa: Dia-lah bukan selain-Nya, yang menjadikan matahari bersinar ban bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah, yakni tempat-tempat baginya, yakni bagi perjalanan bulan itu atau perjalanan bagi bulan dan matahari itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan waktu. Allah tidak menciptakan hal yang sangat agung itu melainkan dengan haq. Dia menjelaskan dari saat ke saat dan dengan anekan cara ayat-ayat, yakni tanda-tanda kebesaran dan kekuasaan-Nya, kepada orang-orang yang terus menerus ingin mengetahui (sebagaimna dipahami dari bentuk katakerja masa kini yang di gunakan oleh kata terakhir ayat ini).
Kata dhiya’ dipahami oleh ulama masa lalu sebagai cahaya yang sangat terang,dapat juga dipahami dalam arti jamak dapat pula dalam arti tunggal, karena menurut mereka ayat ini menggunakan kata tersebut untuk matahari dan menggunakan kata nur untuk bulan sedangkan cahaya bulan tidak seterang cahaya matahari.penggunaannya pada ayat ini untuk matahari membuktikan bahwa al-qur’an menginformasikan bahwa cahaya matahari bersumber dari cahayanya dirinya sendiri, bukan pantulan dari cahaya lain. Ini berbeda dengan bulan yang sinarnya dilukiskan dengan kata nur untuk mensyariatkan bahwa sinar bulan bukan dari sinarnya sendiri melainkan pantulan dari cahaya matahari.
Kata dhiya’ dapat juga dipahami dalam arti jamak dapat pula dalam arti tunggal ini mensyariatkan bahwa sinar matahari bermacam-macam walaupun sumbernya hanya satu, bila anda memahami sebagai tunggal, ia menunjuk kepada sinar itu, dan pada saat anda memahami sebagai jamak,iya menujuk ke aneka sinat matahari. Dengan demikian ayat ini mengandung isyarat ilmiah yang merupakan salah satu aspek kemukjizatan al-qur’an.
Kata qaddaruhu mandzilah di pahami dalam arti allah menjadi bagi bulan mandzilah-mandzilah, yakni tempat-tempat dalam perjalanannya mengitari matahari, setiap malam ada tempatnya dari saat ke saat sehingga terlihat di bumi ia selalu berada di posisinyadengan matahari. Inilah yang menghasilkan perbedaan-perbedaan bentuk bulan dalam pandangan kita di bumi. Dari sini juga dimungkinkan untuk menentukan bulan–bulan komariyah untuk mengelilingi bumi, bulan menempuh selama 29 hari 12 jam 44 menit 2,8 detik.
Ayat-ayat di atas merupakan salah satu bukti kekuasaan allah dalam rububiyyah-Nya(pemeliharaan-Nya) terhadap manusia ayat-ayat ini menekankan bahwa allah yang menciptakan matahari dan bulan seperti yang sudah di jelaskan, dengan demikian manusia dan makhluk di bumi memperoleh manfaat yang tidak sedikit guna kelangsungan dan kenyamanan hidup mereka. Dengan demikian manusia harus menjadikan dan menggukan untuk tujuan yang haq dan benar.
Hadits riwayat Ibn Sunni:
نعلموا من النجوم ما تهتدون به فى ظلمات البر والبحر ثم انتوا
“Pelajarilah keadaan bintang-bintang supaya kamu mendapat petunjuk dalam kegelapan darat dan laut, lalu berhentilah.”
Berdasarkan hadits ini banyak yang menggunakan bintang sebagai penunjuk arah untuk keperluan beribadah maupun dalam saat pergi berlayar, sebab Allah sudah mengatakan bahwa benda-benda langit bergerak sesuai orbitnya dan sesuai dengan perhitungan-perhitungan.
Hadits riwayat Imam Tabrani:
ان خيارعباد الله الذين يراعون الشمس والقمر لذكرالله
“Sesungguhnya hamba-hamba Allah yang baik adalah yang selalu memperhatikan Matahari dan Bulan, untuk mengingat Allah.”
Dalam hadits ini, dijelaskan bahwa saat kita memperhatikan pergerakan matahari dan bulan maka kita akan bisa mengingat Allah, yang dimaksud mengingat Allah adalah dengan cara beribadah, dan untuk beribadah kita diharuskan untuk menghadap kiblat, maka untuk bisa menghadap kiblat, kita bisa mengamati pergerakan matahari dan bulan untuk menentukan kemana arah kita untuk bisa beribadah.


Manfaat Ilmu Falak
Firman Allah SWT dalam Qs. Al-Baqarah (2) ayat 189
مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ ۗ وَلَيْسَ الْبِرُّ بِأَنْ تَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ ظُهُورِهَا وَلَٰكِنَّ الْبِرَّ يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْأَهِلَّةِ ۖ قُلْ هِيَ مَنِ اتَّقَىٰ ۗ وَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ أَبْوَابِهَا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Artinya : “Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: “Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji;
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddiqieqy dalam kitabnya menjelaskan tentang tafsir ayat ini, bahwa mereka bertanya kepadamu tentang hikmah berbeda-bedanya hilal dan faedahnya. Jelaskan hilal-hilal (bulan, penanggalan) itu merupakan suatu tanda (fenomena) bagi manusia. Dengan hilal, manusia bisa menentukan waktu untuk segala urusan keduniaan. Misalnya, mengetahui waktu bercocok tanam, berniaga (berdagang) dan waktu-waktu yang perlu mereka tetapkan untuk bermuamalat. Hilal-hilal itu juga menjadi pedoman bagi pelaksanaan berbagai ibadat yang ditentukan waktunya, seperti berhari raya dan berhaji. Masalah waktu dalam berhaji benar-benar mendapat perhatian baik mengenai pelaksanaannya ataupun pergantian(pengqadhaan)-nya. Jika hilal tetap saja tanpa bergani-ganti, tak dapatlah kita menentukan waktu.







BAB III
SIMPULAN
SIMPULAN
Ilmu pengatahuan adalah usaha- usaha sadar untuk menyelidiki, menentukan dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Sedangkan ilmu falak merupakan ilmu yang didasarkan kepada hisab(perhitungan) dan rukyah(pengamatan) terhadap benda-benda langit, yang sebagian besar dimanfaatkan untuk keperluan beribadah.
Pandangan Al-Qur’an dan Hadits terhadap ilmu falak sebagaimana yang dijelaskan diatas, bahwa ilmu falak digunakan sebagian besar untuk keperluan beribadah dan juga sebagai sumber pengetahuan serta tanda keesaan Allah bahwa kita hidup didunia yang kecil dan diluar sana masih banyak lagi ciptaan Allah yang tunduk terhadap segala perhitungan dan perintah oleh Allah sehingga semuanya bergerak sesuai dengan orbitnya.












DAFTAR PUSTAKA

Ash-Shiddiqieqy, Teungku Muhammad Hasbi. Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nur, 2011. Jil. 1. [Jakarta: Cakrawala Publishing]
Izzuddin, Ahmad. Ilmu Falak Praktis. 2012. [Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra]
Marpaung, Wanti. Pengantar Ilmu Falak. 2015 [Jakarta: Prenadamedia Group]
Shihab, M. Quroish. Tafsir Al-Misbah. 2012. Jil. 5 [Ciputat: Lentera Hati].
Shihab, M. Quroish. Tafsir Al-Misbah. 2012. Jil. 13 [Ciputat: Lentera Hati].
Shihab, M. Quroish. Tafsir Al-Misbah. 2017. Jil. 11 [Ciputat: Lentera Hati].
Wikipedia.org/wiki/ilmu

Posting Komentar

0 Komentar

close
REKOMENDASI BARANG MURAH