BAB I
PEMBAHASAN
PERKEMBANGAN HUKUM ISLAM DI TENGAH DINAMIKA SOSIAL POLITIK PENJAJAHAN JEPANG DAN MENJELANG KEMERDEKAAN
SIikap Politik Jepang dan Pengaruhnya bagi Pengembangan Hukum Islam
Pada tahun 1942, belanda meninggalkan bumi indonsia sebagai akibat dari pcahnya perang pasifik. Kedatangan jepang ,ula-mula disamb ut senang hati dan penuh harapan olhseluruh bangsa Indonesia, termasuk sebagian umat islam, karena dengan datangnya jepang ke bumi nusantara berarti mengusir Belanda. Sebagai aggressor, baik belanda maupun jepang sebenernya memiliki tujuan yang sama yajni ingin mengeksploitasi umat islam sebagai penduduk mayoritas untuk mempercepat maksud mereka mnguasai bumi nusantara. Masing-masing memiliki kebijakan privasi yang berbeda, khususnya terhadap hokum islam dan para pelaku hokum islam.
Kebijakan yang ditempuh jepang yakni berusaha merangkul pemimpin islam untuk diajak bekerja sama. Dia mengklaim dirinya sebagai saudara untuk rakyat Indonesia. Tujuannya untuk memobilisasi seluruh penduduk dalam rangka mempercepat tercapainya tujuan perang. Karena itu para pemimpin islam banyak dilibatkan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan latihan-latihan militer. Hal itu sagat menguntugkan umat islam khususnya dan bangsa Indonesia pada umumnya. Jepang mengakui kembali organisasi islam yang sebelumnya dibekukan. Selain itu, jepang memberi motivasi kepada kalangan islam untuk mendirikan organisasi islam baru. Dalam sejarah modern islam tercatat sebagai pemerintah pertama yang memberi tempat penting kepada golongan islam. Bberikut alas an jepang mengesahkan pendirian ormas islam
Untuk memperoleh dukungan dan bantuan dari penduduk di pedesaan, diperlukan suatu organisasi yang dipatuhi penduduk, yaitu organisasi para ulama
Dengan pengesahan secara formal lebih mempermudah Jepang untuk melakukan pengawasan terhadap organisasi-organisasi islam
Jepang tidak berhasil mendapatkan dukungan penuh dari rakyat Indonesia dengan pengakuannya terhadap fungsi putra dan jawa hokokai
Jepang bermaksud menebus dosa beberapa kesalahannya terhadap kalangan islam.
Kebijakan jepang unuk merestui dan mengesahkan berdirinya organisasi-organisasi islam ini memiliki tujuan politik untuk kepentingan jajahannya. Disisi lain merupakan peluang bagi organisasi islam tersebut untuk menyebarkan hokum islam kepada anggotanya. Terbenuklah pengajian baik di langgar, masjid maupun di lapangan yang biasanya mendatangkan kiai terkenal.
Pada awal kemerdekaannya di Indonesia, jepang membentuk Shumubu(kantor departemen agama) di ibu kota Jakarta untuk menarik simpati para pemimpin islam. Pada tahun 1944 dibuka cabang d seluruh Indonesia yang disebut Shumuka , ketua pertamanya bernama Kolonel Hara digantikan Husen Djajadiningrat dan dilanjutkan oleh K.H. Hasyim Asy’ari. Gerakan simpati yang dilakukan jepang dengan maksud politik ternyata bersifat menguntungkan kalangan islam karena dapat menyebarkan agama islam, terwadahinya para ulama dan para pemuda islam itu membuat jepang tidak menaruh keecurigaan kepada para pemimpin islam. Dalam kondisi seperti itulah para ulama bebas menyebarluaskan hokum islam ke berbagai lapisan masyarakat. Maksud jepang melalui gerakan simpati untuk merangkul rakyat Indonesia, khususnya para pemimpin islam ternyata gagal. Para ulama yang diharapkan mau bekerja sama dengan jepang ternyata memberika sikap menolak dan memberontak. Sikap ulama itu ditunjukkan pada sikap anti saikerei yaitu gerakan membungkuk ke matahari terbit untukmenghormati Tenn Heika. Dengan demikian hokum islam pada zaman jepang masih tetap berlangsung dan berkembang di tengah-tengah masyarakat. Meskipun itu merupakan siasat jepang untuk mempercepat tercapainya cita-cita.
Kebijakaan pemerintah jepang terhadap peradilan agama tetap meneruskan kebijakan sebelumnya(colonial belanda). Kebijakan terseut dituangkan dalam peraturan peralihan pasal 3 UU bala tentara jepang(Osamu Sairei) tanggal 7 maaret 1042 No.1. dalam hubungannya dengan keinginan jepang untuk memberikan kemerdekaan kepada indonsia, maka Gunseikan hu menyampaikan pertanyaan kepada dewan sanyo atau Sanyo Kaigi Junushitsu(dewan pertimbangan agung) tentang hal-hal yang berkaitan dengan susunan penghulu, pengelolaan kas majid, dan kedudukan agama dalam Negara Indonesia yang merdeka kelak. Dawn sanyo memberikan jawaban yang intinya
Demi kesatuan dan persatuan rakyat dalam suatu Negara yang merdeka, maka urusan Negara harus terlepas dari urusan agama
Sebagai lanjutan keadaan pada masa pemerintah belanda, tugas penghulu yakni sebagai imam masjid, kepala pegawai nikah, wali hakim, penasihan kenho dlam urusan agama dan hakim pengadilan agama
Negara tidak mencampuri urusan masjid, termasuk kas pendanaan masjid harus diserahkan kepada umat islam
Oleh karena itu nikah, talak dan rujuk memiliki akibat dengan urusan Negara, maka untuk kepentingan ketentuan hokum, penghulu imam menunjuk ahli agama sebagai pengawas pelaksanaan nikah,talak, dan rujuk
Jabatan wali hakim diserahkan kepada penghulu imam
Dalam Negara baru kelak, penngadilan agama yang khusus untuk orang-orang islam tidak perlu diadakan. Segala perkara orang islam diadili melalui pengadilan(sekarang peradi;an umum).
Abiusno mempunyai pendapat yang berbeda, bahkan bertolak belakang. Menurut dia urusan Negara dan urusan agama tidak bias dipisahkan. Karena itu, negarapun harus didirikan atas dasar hokum islam. Pengadilan agama harus tetap dipertahankan dan disediakan tenaga terdidik serta digaji oleh pemerintah. Kompetensi masalah waris dan wakaf harus dikembalikan kepada pengadilan agama. Usaha Abikusno dkk untuk menempatkan hokum islam sebagai hukkum Negara tampaknya tidak berhasil. Kegagalan para pemimpin islam itu dirasakan sampai menjelang kemerdekaan. Pada bulan agustus 1945, pada saat para pemimpin Indonesia mmpersiapkan rancangan konstitusi bagi kemerdekaan Indonesia, para pemimpin islam mengalami kekecewaan dan kekalahan.
B. Hukum Islam Pra Kemerdekaan
Pada masa pra kemerdekaan atau pra proklamasi dulu terjadi pergulatan dalam rangka pengangkatan hukum islam dalam masa persiapan kemerdekaan. Pada masa persiapaan ini jepang memebentuk Badan Penyelidik Usaha Persiapaan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) guna pembentukaan dasar negara. Keanggotaan dari badan bentukan jepang ini sebagian besar terdiri dari golongan nasionalis sekuler dan priyayi jawa. Hanya 20 % saja dari golongan Islam. Namun, ada hal menarik seperti yang di ungkapkan Delian Noer bahwa meskipun secara kuantitatif golongan Islam lebih sedikit, tetapi secara kualitatif bukan tandingan Soekarno dkk. Dalam berargumentasi secara filsafat. Terjadilah perdebatan sengit antara golongan Islam dan nasionalis sekuler tentang dasar negara yang akan dibentuk sehingga sulit untuk dipertemukan.
Kelemahan golongan Islam waktu itu, keinginan mereka umtuk menjadikan dasar islam sebagai dasar negara tidak di tunjang dengan argumentasi empiris tentang “ Negara Islam” yang dicita-citakan. Memang Islam tidak memberikan contoh secara baku dalam sistem pemerintahan, tetapi islam memeberikan seperangkat prinsip tata nilai etika bagi kehidupan bernegara yang memiliki kelenturan dalam pelaksanaan dan penerapanya dengan memerhatikan perbedaan situasi dan kondisi. Oleh karena itu, yang diperjuangkan oleh golongan Islam di BPUPKI maupun PPKI bukan realsasi konsep negara islam, tetapi adanya negara yang menjamin pelaksanaan syariat-syariat (hukum) Islam.
Jika yang diperjuangkan benar seperti itu, maka setidak-tidaknya sebagian sudah berhasil masuk ke piagam jakarta, dengan tambahan rumusan sila pertama; ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya. Maka tuju kata itu sangat startegis bagi pengembangan dan kedudukan hukum Islam di Indonesia di masa-masa mendatang.
Sikap Orde Lama dan Suramnya Kehidupan Hukum Islam
Sikap masa orde lama hukum islam tidak mengalami perkembangan yang berarti dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya. Buktinya dengan adanya pendegradasian nilai-nilai hukum islam yang tampak pada garis-garis besar pola pembangunan Nasional semesta berencana tahap pertama. Upaya mendegradasikan nilai-nilai hukum islam juga dilakukan oleh Soekarno, dkk.
Dalam pemerintahan demokrasi terpimin, pemerintah melakukan pemangkasan partai politik dari 24 buah menjadi 10 buah. Partai politik yang dianggap mebahayakan kekuasaan pemerintah (Soekarno) disingkirkan melalui berbagai keputusan, seperti penetapan presiden RI.No.7/1959 tentan syarat-syarat dan penyederhanaan partai.
Partai masyumi yang dinilai amat berperan dalam penegakan hukum islam di Indonesia di Indonesia dibubarkan dan dinyatakan sebagai partai terlarang dengan keputusan presiden No. 200/ 1960 tertanggal 17 Agustus 1960. Larangan tersebut didasarkan alasan bahwasannya masyumi terlibat dalam dalam pemberontakan PRRI/ Persemesta. Pembubaran masyumi juga diikuti dengan penangkapan para tokoh ulama’, seperti Mohammad Roem, Prawoto Mangkusaswita, Isa Anshari, M. Yunior Nasution, Moh Natsir, dll.
Tindakan otoriter Bung Karno yang lain untuk memangkas keterlibatan umat Islam, khususnya yang diwakili Masyumi, yakni tndakan membubarkan anggota DPR hasil Pemilu 1955 dan pengangkatan anggota DPR GR oleh Soekarno. Tindakan Bung Karno itu dinilai sebagai lenyapnya demokrasi di Indonesia oleh Mohammad Hatta. Perlakuan Soekarno yang sangat diktator terhadap pemimpin organisasi Islam tersebut tentu berpengaruh besar bagi perkembangan hukum Islam di Indonesia.
Dari segi kuantitas, organisasi politik NU waktu itu memang dapat dianggap mewakili umat islam, akan tetapi NU tidak dicurigai dan tidak dipangkas oleh Bung Karno karena sifat keterampilannya dalam memainkan politik penyesuaian diri (menurut Deliar Noer)
Perkebangan hukum Islam di Indonesia mengalami keadaan yang amat suram pada masa orde lama, terutama di daerah Jawa. Namun, ada perkembangan yang unik terjadi di daerah Aceh. Mengingat keterkaitan masyarakat Aceh terhadap hukum Islam sangatlah kental. Maka, sebagai hasil kompromi antara Aceh dan Jakarta pada tanggal 26 Mei 1959 Provinsi Aceh diakui sebagai suatu daerah administrai pemerintahannya yang bersifat istimewa.
Tindakan nyata yang dilakukan pemerintah orde lama untuk mendegradasikan nilai-nilai dan kedudukan hukum Islam di Indonesia yakni lairnya ideologi “Nasakom” yang menyatukan paham “Nasional, Agama, dan Komunis”. Tindakan tersebut sangat tidak masuk akal, karena Islam sebagai agama tauhid tidak mungkin bisa disatukan dengan komunis, oleh karena itu tindakan tersebut mendapat reaksi yang keras dari pemimpin-pemimpin Islam waktu itu sehingga tidak bisa dikembangkan dan dalam waktu dekat ideologi ini terkubur dengan sendirinya. Pada tanggal 7 April 1962, panglima daerah militer Aceh menyatakan menyetujui pemimpin umat Islam untuk di patuhi dalam beberapa unsur hukum Islam di daerah Aceh.
Peranan Kebijakan Dalam Mempersuram Dunia Peradilan Agama
Dunia peradilan agama berada dalam keadaan suram. Suramnya dunia peradilan agama disebabkan oleh tetap diberlakukan lembaga Ekskutorial Verklaring. Artinya, setiap putusan pengadilan agama baru mempunya kekuatan hukum berlaku setelah mendapatkan pengukuhan dari pengadilan negeri. Disamping itu, pengadilan agama juga dicabut kewenangannya sejak tahun 1937 dan diteruskan pada masa orde lama, khususnya masalah kewarisan. Mahkamah Agung menegaskan bahwa sepanjang mengenaiwarisan di seluruh Indonesia, hukum yang ada harus didahulukan, yakni daerah-daerah yang amat kuat pengaruh Islamnya.
Pembatasan lain yang menjadi masalah dalam penerapannya yaitu peradilan agama hanya diberi wewenang untuk memutus perkara, apabila kedua belah pihak, baik penggugat maupun tergugat beragama Islam. dalam hubungan ini, Notosusanto memberikan kriteria bahwa yang termasuk orang Islam yakni sebagai berikut :
Seorang yang termasuk bagian dari kaum muslimin menurut pandangan sesama warga negara (hukum yang berlaku)
Orang yang dengan suka rela telah mengucapkan kalimat syahadat.
Orang yang tidak sekedar megucapkan dua kalimat syahadat, tetapi juga memiliki pengetahuanajaran-ajaran pokok Islam.
Orang yang tidak sekedar memiliki pengetahuan tentang ajran-ajaran pokok Islam, tetapi juga menjalankan kewajiban keagamaan, khususnya shalat dan puasa.
Lahirnya Media Cetak di Bidang Hukum Islam
Ada perkembangan yang menarik di dunia media cetak keislaman. Pada tahun 1963, menteri agama membentuk yayasan untuk penerjemahan Kitab Suci Al-Qur’an dan terbitlah jilid pertama Al-Qur’an dan terjemahannya. Disusul tafsir Qur’an karangan Hasbi Ash-Shiddieqy, tafsir Al-Azhar karangan Hamka, Dll.
majalah keislaman yanglahir pada saat itulah majalah Al-Jami’ah. Jika pada masa awal, masalah politik, pada masa orde lama ini sudah beralih ke masalah-masalah tauhid dan hukum/ fiqih. Hal ini merupakan modal yang besar bagi perkembangan hukum Islam di masa-masa berikutnya. Karena dengan beralihnya perhatian para ulama’ dari masalah-masalah politik ke masalah-masalah tauhid dan hukum sudah tentu akan membawa pengaruh pada arah dan alur pikiran masyarakat muslim di Indonesia.
BAB II
PENUTUP
KESIMPULAN
Pada masa pra kemerdekaan atau pra proklamasi dulu terjadi pergulatan dalam rangka pengangkatan hukum islam dalam masa persiapan kemerdekaan. Pada masa persiapaan ini jepang memebentuk Badan Penyelidik Usaha Persiapaan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) guna pembentukaan dasar Negara
Masa orde lama hukum islam tidak mengalami perkembangan yang berarti dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya. Buktinya dengan adanya pendegradasian nilai-nilai hukum islam yang tampak pada garis-garis besar pola pembangunan Nasional semesta berencana tahap pertama. Upaya mendegradasikan nilai-nilai hukum islam juga dilakukan oleh Soekarno, dkk
PEMBAHASAN
PERKEMBANGAN HUKUM ISLAM DI TENGAH DINAMIKA SOSIAL POLITIK PENJAJAHAN JEPANG DAN MENJELANG KEMERDEKAAN
SIikap Politik Jepang dan Pengaruhnya bagi Pengembangan Hukum Islam
Pada tahun 1942, belanda meninggalkan bumi indonsia sebagai akibat dari pcahnya perang pasifik. Kedatangan jepang ,ula-mula disamb ut senang hati dan penuh harapan olhseluruh bangsa Indonesia, termasuk sebagian umat islam, karena dengan datangnya jepang ke bumi nusantara berarti mengusir Belanda. Sebagai aggressor, baik belanda maupun jepang sebenernya memiliki tujuan yang sama yajni ingin mengeksploitasi umat islam sebagai penduduk mayoritas untuk mempercepat maksud mereka mnguasai bumi nusantara. Masing-masing memiliki kebijakan privasi yang berbeda, khususnya terhadap hokum islam dan para pelaku hokum islam.
Kebijakan yang ditempuh jepang yakni berusaha merangkul pemimpin islam untuk diajak bekerja sama. Dia mengklaim dirinya sebagai saudara untuk rakyat Indonesia. Tujuannya untuk memobilisasi seluruh penduduk dalam rangka mempercepat tercapainya tujuan perang. Karena itu para pemimpin islam banyak dilibatkan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan latihan-latihan militer. Hal itu sagat menguntugkan umat islam khususnya dan bangsa Indonesia pada umumnya. Jepang mengakui kembali organisasi islam yang sebelumnya dibekukan. Selain itu, jepang memberi motivasi kepada kalangan islam untuk mendirikan organisasi islam baru. Dalam sejarah modern islam tercatat sebagai pemerintah pertama yang memberi tempat penting kepada golongan islam. Bberikut alas an jepang mengesahkan pendirian ormas islam
Untuk memperoleh dukungan dan bantuan dari penduduk di pedesaan, diperlukan suatu organisasi yang dipatuhi penduduk, yaitu organisasi para ulama
Dengan pengesahan secara formal lebih mempermudah Jepang untuk melakukan pengawasan terhadap organisasi-organisasi islam
Jepang tidak berhasil mendapatkan dukungan penuh dari rakyat Indonesia dengan pengakuannya terhadap fungsi putra dan jawa hokokai
Jepang bermaksud menebus dosa beberapa kesalahannya terhadap kalangan islam.
Kebijakan jepang unuk merestui dan mengesahkan berdirinya organisasi-organisasi islam ini memiliki tujuan politik untuk kepentingan jajahannya. Disisi lain merupakan peluang bagi organisasi islam tersebut untuk menyebarkan hokum islam kepada anggotanya. Terbenuklah pengajian baik di langgar, masjid maupun di lapangan yang biasanya mendatangkan kiai terkenal.
Pada awal kemerdekaannya di Indonesia, jepang membentuk Shumubu(kantor departemen agama) di ibu kota Jakarta untuk menarik simpati para pemimpin islam. Pada tahun 1944 dibuka cabang d seluruh Indonesia yang disebut Shumuka , ketua pertamanya bernama Kolonel Hara digantikan Husen Djajadiningrat dan dilanjutkan oleh K.H. Hasyim Asy’ari. Gerakan simpati yang dilakukan jepang dengan maksud politik ternyata bersifat menguntungkan kalangan islam karena dapat menyebarkan agama islam, terwadahinya para ulama dan para pemuda islam itu membuat jepang tidak menaruh keecurigaan kepada para pemimpin islam. Dalam kondisi seperti itulah para ulama bebas menyebarluaskan hokum islam ke berbagai lapisan masyarakat. Maksud jepang melalui gerakan simpati untuk merangkul rakyat Indonesia, khususnya para pemimpin islam ternyata gagal. Para ulama yang diharapkan mau bekerja sama dengan jepang ternyata memberika sikap menolak dan memberontak. Sikap ulama itu ditunjukkan pada sikap anti saikerei yaitu gerakan membungkuk ke matahari terbit untukmenghormati Tenn Heika. Dengan demikian hokum islam pada zaman jepang masih tetap berlangsung dan berkembang di tengah-tengah masyarakat. Meskipun itu merupakan siasat jepang untuk mempercepat tercapainya cita-cita.
Kebijakaan pemerintah jepang terhadap peradilan agama tetap meneruskan kebijakan sebelumnya(colonial belanda). Kebijakan terseut dituangkan dalam peraturan peralihan pasal 3 UU bala tentara jepang(Osamu Sairei) tanggal 7 maaret 1042 No.1. dalam hubungannya dengan keinginan jepang untuk memberikan kemerdekaan kepada indonsia, maka Gunseikan hu menyampaikan pertanyaan kepada dewan sanyo atau Sanyo Kaigi Junushitsu(dewan pertimbangan agung) tentang hal-hal yang berkaitan dengan susunan penghulu, pengelolaan kas majid, dan kedudukan agama dalam Negara Indonesia yang merdeka kelak. Dawn sanyo memberikan jawaban yang intinya
Demi kesatuan dan persatuan rakyat dalam suatu Negara yang merdeka, maka urusan Negara harus terlepas dari urusan agama
Sebagai lanjutan keadaan pada masa pemerintah belanda, tugas penghulu yakni sebagai imam masjid, kepala pegawai nikah, wali hakim, penasihan kenho dlam urusan agama dan hakim pengadilan agama
Negara tidak mencampuri urusan masjid, termasuk kas pendanaan masjid harus diserahkan kepada umat islam
Oleh karena itu nikah, talak dan rujuk memiliki akibat dengan urusan Negara, maka untuk kepentingan ketentuan hokum, penghulu imam menunjuk ahli agama sebagai pengawas pelaksanaan nikah,talak, dan rujuk
Jabatan wali hakim diserahkan kepada penghulu imam
Dalam Negara baru kelak, penngadilan agama yang khusus untuk orang-orang islam tidak perlu diadakan. Segala perkara orang islam diadili melalui pengadilan(sekarang peradi;an umum).
Abiusno mempunyai pendapat yang berbeda, bahkan bertolak belakang. Menurut dia urusan Negara dan urusan agama tidak bias dipisahkan. Karena itu, negarapun harus didirikan atas dasar hokum islam. Pengadilan agama harus tetap dipertahankan dan disediakan tenaga terdidik serta digaji oleh pemerintah. Kompetensi masalah waris dan wakaf harus dikembalikan kepada pengadilan agama. Usaha Abikusno dkk untuk menempatkan hokum islam sebagai hukkum Negara tampaknya tidak berhasil. Kegagalan para pemimpin islam itu dirasakan sampai menjelang kemerdekaan. Pada bulan agustus 1945, pada saat para pemimpin Indonesia mmpersiapkan rancangan konstitusi bagi kemerdekaan Indonesia, para pemimpin islam mengalami kekecewaan dan kekalahan.
B. Hukum Islam Pra Kemerdekaan
Pada masa pra kemerdekaan atau pra proklamasi dulu terjadi pergulatan dalam rangka pengangkatan hukum islam dalam masa persiapan kemerdekaan. Pada masa persiapaan ini jepang memebentuk Badan Penyelidik Usaha Persiapaan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) guna pembentukaan dasar negara. Keanggotaan dari badan bentukan jepang ini sebagian besar terdiri dari golongan nasionalis sekuler dan priyayi jawa. Hanya 20 % saja dari golongan Islam. Namun, ada hal menarik seperti yang di ungkapkan Delian Noer bahwa meskipun secara kuantitatif golongan Islam lebih sedikit, tetapi secara kualitatif bukan tandingan Soekarno dkk. Dalam berargumentasi secara filsafat. Terjadilah perdebatan sengit antara golongan Islam dan nasionalis sekuler tentang dasar negara yang akan dibentuk sehingga sulit untuk dipertemukan.
Kelemahan golongan Islam waktu itu, keinginan mereka umtuk menjadikan dasar islam sebagai dasar negara tidak di tunjang dengan argumentasi empiris tentang “ Negara Islam” yang dicita-citakan. Memang Islam tidak memberikan contoh secara baku dalam sistem pemerintahan, tetapi islam memeberikan seperangkat prinsip tata nilai etika bagi kehidupan bernegara yang memiliki kelenturan dalam pelaksanaan dan penerapanya dengan memerhatikan perbedaan situasi dan kondisi. Oleh karena itu, yang diperjuangkan oleh golongan Islam di BPUPKI maupun PPKI bukan realsasi konsep negara islam, tetapi adanya negara yang menjamin pelaksanaan syariat-syariat (hukum) Islam.
Jika yang diperjuangkan benar seperti itu, maka setidak-tidaknya sebagian sudah berhasil masuk ke piagam jakarta, dengan tambahan rumusan sila pertama; ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya. Maka tuju kata itu sangat startegis bagi pengembangan dan kedudukan hukum Islam di Indonesia di masa-masa mendatang.
Sikap Orde Lama dan Suramnya Kehidupan Hukum Islam
Sikap masa orde lama hukum islam tidak mengalami perkembangan yang berarti dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya. Buktinya dengan adanya pendegradasian nilai-nilai hukum islam yang tampak pada garis-garis besar pola pembangunan Nasional semesta berencana tahap pertama. Upaya mendegradasikan nilai-nilai hukum islam juga dilakukan oleh Soekarno, dkk.
Dalam pemerintahan demokrasi terpimin, pemerintah melakukan pemangkasan partai politik dari 24 buah menjadi 10 buah. Partai politik yang dianggap mebahayakan kekuasaan pemerintah (Soekarno) disingkirkan melalui berbagai keputusan, seperti penetapan presiden RI.No.7/1959 tentan syarat-syarat dan penyederhanaan partai.
Partai masyumi yang dinilai amat berperan dalam penegakan hukum islam di Indonesia di Indonesia dibubarkan dan dinyatakan sebagai partai terlarang dengan keputusan presiden No. 200/ 1960 tertanggal 17 Agustus 1960. Larangan tersebut didasarkan alasan bahwasannya masyumi terlibat dalam dalam pemberontakan PRRI/ Persemesta. Pembubaran masyumi juga diikuti dengan penangkapan para tokoh ulama’, seperti Mohammad Roem, Prawoto Mangkusaswita, Isa Anshari, M. Yunior Nasution, Moh Natsir, dll.
Tindakan otoriter Bung Karno yang lain untuk memangkas keterlibatan umat Islam, khususnya yang diwakili Masyumi, yakni tndakan membubarkan anggota DPR hasil Pemilu 1955 dan pengangkatan anggota DPR GR oleh Soekarno. Tindakan Bung Karno itu dinilai sebagai lenyapnya demokrasi di Indonesia oleh Mohammad Hatta. Perlakuan Soekarno yang sangat diktator terhadap pemimpin organisasi Islam tersebut tentu berpengaruh besar bagi perkembangan hukum Islam di Indonesia.
Dari segi kuantitas, organisasi politik NU waktu itu memang dapat dianggap mewakili umat islam, akan tetapi NU tidak dicurigai dan tidak dipangkas oleh Bung Karno karena sifat keterampilannya dalam memainkan politik penyesuaian diri (menurut Deliar Noer)
Perkebangan hukum Islam di Indonesia mengalami keadaan yang amat suram pada masa orde lama, terutama di daerah Jawa. Namun, ada perkembangan yang unik terjadi di daerah Aceh. Mengingat keterkaitan masyarakat Aceh terhadap hukum Islam sangatlah kental. Maka, sebagai hasil kompromi antara Aceh dan Jakarta pada tanggal 26 Mei 1959 Provinsi Aceh diakui sebagai suatu daerah administrai pemerintahannya yang bersifat istimewa.
Tindakan nyata yang dilakukan pemerintah orde lama untuk mendegradasikan nilai-nilai dan kedudukan hukum Islam di Indonesia yakni lairnya ideologi “Nasakom” yang menyatukan paham “Nasional, Agama, dan Komunis”. Tindakan tersebut sangat tidak masuk akal, karena Islam sebagai agama tauhid tidak mungkin bisa disatukan dengan komunis, oleh karena itu tindakan tersebut mendapat reaksi yang keras dari pemimpin-pemimpin Islam waktu itu sehingga tidak bisa dikembangkan dan dalam waktu dekat ideologi ini terkubur dengan sendirinya. Pada tanggal 7 April 1962, panglima daerah militer Aceh menyatakan menyetujui pemimpin umat Islam untuk di patuhi dalam beberapa unsur hukum Islam di daerah Aceh.
Peranan Kebijakan Dalam Mempersuram Dunia Peradilan Agama
Dunia peradilan agama berada dalam keadaan suram. Suramnya dunia peradilan agama disebabkan oleh tetap diberlakukan lembaga Ekskutorial Verklaring. Artinya, setiap putusan pengadilan agama baru mempunya kekuatan hukum berlaku setelah mendapatkan pengukuhan dari pengadilan negeri. Disamping itu, pengadilan agama juga dicabut kewenangannya sejak tahun 1937 dan diteruskan pada masa orde lama, khususnya masalah kewarisan. Mahkamah Agung menegaskan bahwa sepanjang mengenaiwarisan di seluruh Indonesia, hukum yang ada harus didahulukan, yakni daerah-daerah yang amat kuat pengaruh Islamnya.
Pembatasan lain yang menjadi masalah dalam penerapannya yaitu peradilan agama hanya diberi wewenang untuk memutus perkara, apabila kedua belah pihak, baik penggugat maupun tergugat beragama Islam. dalam hubungan ini, Notosusanto memberikan kriteria bahwa yang termasuk orang Islam yakni sebagai berikut :
Seorang yang termasuk bagian dari kaum muslimin menurut pandangan sesama warga negara (hukum yang berlaku)
Orang yang dengan suka rela telah mengucapkan kalimat syahadat.
Orang yang tidak sekedar megucapkan dua kalimat syahadat, tetapi juga memiliki pengetahuanajaran-ajaran pokok Islam.
Orang yang tidak sekedar memiliki pengetahuan tentang ajran-ajaran pokok Islam, tetapi juga menjalankan kewajiban keagamaan, khususnya shalat dan puasa.
Lahirnya Media Cetak di Bidang Hukum Islam
Ada perkembangan yang menarik di dunia media cetak keislaman. Pada tahun 1963, menteri agama membentuk yayasan untuk penerjemahan Kitab Suci Al-Qur’an dan terbitlah jilid pertama Al-Qur’an dan terjemahannya. Disusul tafsir Qur’an karangan Hasbi Ash-Shiddieqy, tafsir Al-Azhar karangan Hamka, Dll.
majalah keislaman yanglahir pada saat itulah majalah Al-Jami’ah. Jika pada masa awal, masalah politik, pada masa orde lama ini sudah beralih ke masalah-masalah tauhid dan hukum/ fiqih. Hal ini merupakan modal yang besar bagi perkembangan hukum Islam di masa-masa berikutnya. Karena dengan beralihnya perhatian para ulama’ dari masalah-masalah politik ke masalah-masalah tauhid dan hukum sudah tentu akan membawa pengaruh pada arah dan alur pikiran masyarakat muslim di Indonesia.
BAB II
PENUTUP
KESIMPULAN
Pada masa pra kemerdekaan atau pra proklamasi dulu terjadi pergulatan dalam rangka pengangkatan hukum islam dalam masa persiapan kemerdekaan. Pada masa persiapaan ini jepang memebentuk Badan Penyelidik Usaha Persiapaan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) guna pembentukaan dasar Negara
Masa orde lama hukum islam tidak mengalami perkembangan yang berarti dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya. Buktinya dengan adanya pendegradasian nilai-nilai hukum islam yang tampak pada garis-garis besar pola pembangunan Nasional semesta berencana tahap pertama. Upaya mendegradasikan nilai-nilai hukum islam juga dilakukan oleh Soekarno, dkk
1 Komentar
Strange "water hack" burns 2 lbs in your sleep
BalasHapusOver 160k men and women are trying a easy and secret "liquid hack" to lose 1-2 lbs every night as they sleep.
It's proven and works with anybody.
Here's how to do it yourself:
1) Take a glass and fill it with water half the way
2) Proceed to follow this weight losing HACK
so you'll become 1-2 lbs skinnier in the morning!