Jual Beli Yang Dilarang Karena Gharar dan Jahalah

Recent Posts

Jual Beli Yang Dilarang Karena Gharar dan Jahalah

2.      Jual Beli Yang Dilarang Karena Gharar dan Jahalah
a)      Bai’ al-Munabadzah
Yaitu jual beli dengan cara lempar-melempari, missal seorang penjual berkata kepada pembeli “pakaian yang aku lemparkan kepadamu itu untukmu, harganya sekian” cara itu dianggap telah terjadi akad jual beli namun jual beli sperti itu jual beli yang fasid karena adanya ketidaktahuan, penipuan, tidak ada unsur ridha di dalamnya, hukumnya tidak sah.
b)      Bai’ al-Mulamasah
Yaitu jual beli saling menyentuh, yakni apabila  pembeli meraba kain atau menyentuh kain si penjual, aka si pembeli harus membelinya.
c)      Bai’ al-Hashah
Yaitu seorang penjual atau pembeli melemparkan batu kecil dan pakaian mana saja yang terkena lwmparan batu tersebut harus dibrli tanpa merenung dan tanpa ada khiyar di dalamnya.menurut jumhur ulama hokum bai’al-hashah adalah bathil, sedangkan menurut hanafiyah hukumnya fasid(rusak).
d)     Bai’ Habl al-Habalah
Adalah jual beli janin binatang yang masih di dalam kandungan induknya. Jual beli ini dilarang karena termasuk jual beli yang ditangguhkan pada waktu yang samar,bukan pemilik penjual, jual beli gharar, dan jual beli yang belum terbentuk.
e)      Bai’ al-Madhamin dan Bai’ al-Malaqih
Bai’ al-madhamin adalah aitu menjual sperma dalam sulbi unta jantan, jadi penjual membawa unta jantan kepada betina untuk dikawinkan lalu anak yang dihasilkan menjadi milik pembeli. Bai’ al-malaqih adalah menjual janin unta yang masih dalam kandungan.
f)       Bai’ Ashab al-Fahl
Yaitu jual beli sperma hewan pejantan(landuk). Landuk adalah pejantan unggul untuk pembiakan agar menghasilkan keturunan yang bagus.
g)      Bai’ al-Tsamar Qabla Badawwi Shalahiha
Yaitu menjual buah sebelum tampak baiknya(belum masak). Menurut ulama malikiyah,syafi’iyah dan hanabilah hokum jual beli tersebut adalah batal sedangkan menurut ulama hanafiyah hukumnya fasid.
h)      Bai’ al-Tsanaya
Adalah penjualan yang pengecualiannya disebut secara samar(kabur, tidak jelas). Missal seseorang menjual sesuatu dan mengecualikan sebagiannya,jika yang dikecualikan dapat diketahui secara keseluruhan seperti pohon maka sah, tapi jika hanya sebagiannya dari pohon maka hukumnya tidak sah karena termasuk gharar dan jahalah.
i)        Bai’ Ma Laisa ‘Indahu
Adalah jual beli sesuatu yang belum menjadi hak miliknya.
3.      Jual Beli yang dilarang karena Riba
·      Bai’ al-‘Inah (بَÙŠْعُ اَÙ„ْعِÙŠْÙ†َلةِ  )
Menurut Al-Shan’aniy yang dimaksud dengan bai’ al-‘Inah ialah seseorang menjual barang dagangannya kepada orang lain dengan dengan harga yang sudah diketahui, diangsur pada waktu tertentu (kredit). Kemudian ia membelinya kembali dari pihak pembeli dengan harga yang lebih murah. Dengan semikian, barang dagangan semula tetap kembali kepada pihak penjual, dan inilah yang menujukkan haramnya jual beli ini. Inamakan‘inah karena barang yang telah dijual itu kembali lagi kepada penjual.
Masalah bai’ al-‘inah ini telah dipraktikkan oleh sebagian masyarakat di zaman sekarang. Dalam hal ini, Syekh Ibnu al-Utsaimin, memberikan sebuah contoh yaitu seorang yang membutuhkan mobil, kemudian dia datang ke penjual. Dia berkata: “Saya membutuhkan mobil seseorang yang sedang dipertunjukkan dalam pameran”. Selanjutnya, si penjual mendatangi orang yang punya mobil yersebut dan membelinya. Setelah itu, mobil tersebut dijualnya kembali dengan harga yang lebih mahal kepada orang yang membutuhkan tadi secara kredit.
·      Bai’ al-Muzabanah
Al-Muzabanah berasal dari kalimat al-zabni, menurut bahasa berarti “menolak”. Dinamakan demikian karena penolakan akan datangnya perselisihan. Sedangkan menurut istilah al-muzabanah ialah setiap sesuatu barang yang tidak bisa diketahui jumlah dan timbangnnya, kemudian dijual hana dengan kira-kira saja.
·         Bai’ al-Muhaqalah
Al-Muhaqalah menurut bahasa berasal dari kalimat al-haql yang berarti tanaman dan bercocok tanam, sedangkan menurut istilah adalah menjual tanaman yang masih diladang atau di sawah (ijon), atau menjual kebun tanah ladang dengan makanan yang telah disukat dan diketahui jumlahnya.
para ulama telah sepakat mengenai keharaman bai’ al-Muhaqalah, karena jual beli ini mengandung riba dan gharar. Alasannya adalah disebabkan tidak dapat diketahuinya barang yang sejenis dalam hal ukuran atau jumlah, begitu juga samar tehadap barang yang sejenis sama dengan mengetahui adanya jumlah dan kadar yang berbeda (kelebihan).
·      Bai’ al-Lahmi bi al-Hayawwan
Bai’ al-Lahmi bi al-Hayawwan, yaitu menjual (menukarkan) daging dengan seekor hewan yang masih hidup. Alasan larangan jual beli ini tersebut adalah karena ia satu jenis dan terdapat riba di dalamnnya, yaitu menjual sesuatu yang aslinya sama dengannya.
·      Bai’ al-Dain bi al-Dain
yaitu jual beli dengan cara berutang dan pembayaran dilakukan dengan cara berutang pula.
ibnu Atsir mengatakan bahwa penjualan utang dengan utang maksudnya ialah apabila seseorang membeli sesuatu dengan menangguhkan pembayaran harga sesudah datang waktu pembayaran, dia datang kepada penjual –karena dia belum bisa membayar harga barang itu– mengatakan: “Juallah barang ini kepadaku, nanti kubayar pada waktu yang lain dengan menambahkan harta,” sedangkan di antara mereka tidak ada serah terima barang. 
Menurut ‘ijma ulama, hukum jual beli ini adalah tidak boleh (haram). Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Ibnu Mundzir yang mengatakan bahwa bahwa para ulama telah sepakat bahwa jual beli ini tidak boleh (haram).
·      Bai’ataini fi Bai’atain
Yaitu dua penjualan dalam satu produk atau dua akad (transaksi) dalam satu akad. Ditafsirkan oleh para ulama sebagai berikut.
-          Penjual menyebutkan dua harga atas satu produk antara harga kontan dan kredit, atau si penjual menyebutkan dua harga yang berbeda ada penambahan dan pengurangan harga dikarenakan bedanya sifat barang. Misalnya: “Saya menjual mobil ini kepadamu dengan harga 100 juta secara kontan dan 150 juta secara kredit. Kemudian berpisah si penjual dan si pembeli tanpa menentukan terlebih dahulu apakah barang tersebut dijual dengan kontan atau dengan kredit.”
-          Salah satu pihak (penjual dan pembeli) menyaratkan akad lain. Misalnya: “Saya menjual kebun ini kepadamu dengan harga 40 juta dengan syarat kamu harus menjual rumah kepunyaan si Ahmad kepadaku dengan harga 70 juta.   

Posting Komentar

0 Komentar