A. Latar Belakang Masalah
Ilmu Hukum adalah ilmu yang mempelajari
peraturan-peraturan yang ditunjukan pada masyarakat dan untuk mengkaji layak
atau tidak layaknya hukum tersebut dalam lingkungan. Berbicara mengenai ilmu hukum, pasti dalam pikiran kita terbesit
adanya beberapa madzhab atau perbedaan yang berkembang mengenai hukum itu
sendiri
Pemikiran tentang hukum muncul sejak
zaman kerajaan Yunani kuno dan zaman kerajaan Romawi Beberrapa abad yang lalu.
Bangsa Yunani memberikan pemikiran besar terhadap hukum hingga ke akar
filsafatnya. Sedangkan bangsa Romawi cenderung memberikan konsep-konsep dan
teknik yang berhubungan dengan hukum positif.
Berikut kami akan menguraikan garis
besar dari sebagian madzhb atau aliran yang dikenal dalam ilmu hukum. Makalah
in juga akan membahasa tentang bagaimana perbedaan-perbedaan hukum itu.
Selanjutnya, dari beberapa perbedaaan itu timbul aliran-aliran yang dianut oleh
beberapa orang ahli untuk mengatur suatu masyarakat sesuai dengan kebutuhan
masyarakat itu sendiri. Sehingga terciptalah seuatu keadilan hukum
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang
dimakusd Aliran Hukum Alam ?
2.
Apa yang
dimakusd Positivisme Hukum ?
3.
Apa yang
dimakusd Utilitarianisme ?
4.
Apa yang
dimakusd Madzhab Sejarah ?
5.
Apa yang
dimakusd Sociological jurisprudence ?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Aliran-Aliran Teori Dalam Ilmu Hukum
Keberadaan
teori dalam dunia ilmu sangat penting, karena teori merupakan konsep yang akan
menjawab suatu masalah. Teori oleh kebanyakan ahli ilmu dianggap sebgai sarana
yang memberikan rangkuman untuk memahami sesuatu masalah dalam setiap bidang
ilmu pengetahuan. Dengan demikian teori merupakan sarana yang memeberikan
penjelasaan secara sitematis dan terorganisir terhadap substansi permasalahan
dalam ilmu pengetahuan.
Beberapa
pakar ilmu pengetahuan memberikan definisi tentang “teori” , sebagai berikut :
1.
Fred N. Kelinger
(James A. Black dan Dean J. Cahmpion 1992 : 47) menguraikan “teori” adalah
sekumpulan konstruksi (kosep, definisi, dan dalil) yang saling terkait yang
menghadirkan suatu pandangan secara sistematis tentang fenomena dengan
menetapkan hubungan di antara beberapa variabel, dengan maksud menjelaskan dan
meramalkan fenomena.
2.
Braithwaite (James A. Black dan Dean J. Cahmpion 1992 :
48) mengemukakan bahwa “teori” adalah sekumpulan hipotesis yang memberikan
suatu sistem dedukatif, yaitu yang disusun sedemikian rupa, sehingga dari
beberapa hipotesis yang menjadi dasar pimikiran beberapa hipotesis semus
hipotesis lain secara logis mengikutinya.
3.
Menurut Jack
Gibbs (James A. Black dan Dean J. Cahmpion 1992 : 49) “teori” adalah sekumpulan pernyataan yang
saling berkaitan secara logis dalam bentuk penegasan empiris mengenai
sifat-sifat dari kelas-kelas yang tak terbatas dari berbagai kejadian atau
benda
4.
S. Nasution
(1995 : 3) mengemukakan “teori” adalah
susunan fakta-fakta yang saling berhubungan dalam bentuk sistematis sehingga
dapat dipahami. Fungsi dan peranan teori dalam penelitian ilmiah, megarahkan,
merangkum penngetahuan dalam sistem tertentu serta meramalkan fakta
5.
Kartini Kartono
(1990 : 2) menulis bahwa “teori” adalah suatu prinsip umum yang dirumuskan
untuk menerangkan sekelompok gejala-gejala yang saling berkaitan.
Pengertian yang
dikemukakan oleh para ahli-ahli di atas, tampaknya masih mengandung
subjektivitas, bergantung dari mana sudut pandang melihat substansi “teori”.
Demikian pula dalam ilmu hukum yang begitu kompleks, dimana hukum hampir
mengatur seluruh aspek kehidupan masyarakat. Itulah sebabnya, dalam ilmu hukum
berbagai aliran-aliran teori ilmu hukum cenderung lahir dari sudut pandang
masing-masing penganutnya.
Aliran-aliran teori
pemikiran dalam ilmu hukum dari waktu ke waktu tumbuh dan berkembang bersamaan
dengan kondisi lingkungannya. Oleh karena itu, mengetahui dan memahami
aliran-aliran teori hukum yang dianut oleh beberapa pakar hukum, sangat
membantu dalam mengenal dan memahami ilmu hukum sebagai pengantar menuju
kajian-kajian lapangan hukum, sistem hukum, tujuan hukum, fungsi hukum, asas
hukum, pembidangan hukum dan sebagainya.
B.
Macam-Macam Aliran-Aliran Teori Dalam Ilmu Hukum
1. Aliran Hukum
Alam
Aliran
hukum alam merupakan suatu aliran ilmu hukum yang menekankan pentingnya peran
dari hukum alam (natural law) terhadap hukum yang dibuat oleh manusia. Aliran
hukum alam ini, secara garis besar, mencakup empat teori, yaitu teori hukum
alam klasik, teori hukum alam para tokoh gereja, teori hukum alam yang
rasionalistis, dan teori hukum alam moderen.
a.
Teori Hukum Alam
Klasik
Zaman
para filusuf Yunani kuno dimulai dengan Thales (624-546 SM), dari Miletos,
Yunani (sekrang bagian Turki). Ia dipandang sebagai filusuf yunani kuno yang
pertama. Lalu para filusuf setelahnya seperti Aristoteles, Diogenes, Pythagoras
(580-500 SM) dan Democritos (455-370 SM), dikenal sebagai tokoh-tokoh filosofi
alam, yaitu mereka yang telah merenungkan tentang alam semesta.Ada juga filusuf
setelahnya seperti Zeno (490-430 SM) lalu Plato (427-347)
Dalam
bidang filosofi Hukum, filusuf seperti Zeno, Plato, dan Aristoteles berpendapat
bahwa ada hubungan antara hukum, moral dan alam. Pokok-pokok pandangan mereka,
yang disebut teori hukum alam (natural law theory), yaitu :
·
Keabsahan
(validitas) hukum tergantung pada keabsahan moral. Hukum yang bertentangan dengan
moral adalah tidak sah
·
Tatanan moral
merupakan bagian dari tatanan alam (karena itu dinamakan teori hukum alam). Dalam tatanan alam dapat
“dibaca” tanatan moral
b.
Teori Hukum Alam
Theologis
Thomas
Aquinas (1225-1274) adalah tokoh utama dari kaum skolastik (Scholastic).
Skolastik adalah mereka yang belajar di sekolah-sekoah tinggi gereja (katolik)
dari pertengahan abad ke 11 sampai abad ke 15. Thomas Aquinas mengintegrasikan
filosofis yunani kuno Aristoteles dengan ajaran kristen salah satunya Hukum Alam
(Lex naturalis law), adalah turut sertanya rasio manusia dalam rasio ketuhanan
(hukum abadi)
Hukum
alam terdiri dari :
·
Asas-asas Primer
(principa prima), yaitu asas-asas umum, seperti hidup sesuai dengan kodrat
manusia, bertindaklah menurut akal yang sehat, dan sebagainya
·
Asas-asas
Sekunder (principia secundaria), yaitu asas-asas yang diperoleh dengan akal
(rasio) dari principia prima
c.
Teori Hukum Alam Rasionalistis
Huge
de Groot (1583-1645) : prinsip-prinsip hukum alam berasal dari akal (rasio) intelektual
manusia. Prinsip-prisip hukum alam terlepas dari perintah tuhan dan tuhan
puntidak dapat mengubahnya. Tuhan adalah sebab yang jauh dari hukum alam dan
merupaka pencipta manusia dan rasio.
d.
Perkembangan
Selanjutnya Teori Hukum Alam
Di
abad ke-18 dan ke-19, teori hukum alam melemah karena : berkembangnya ilmu
pengetahuan, masyarakat eropa yang semakin kompleks
Montesquieu
melakukan kajian perbandingan dangan hasil bahwa setiap bangsa mempunyai hukum
yang berbeda. Juga F.C. von Savigny berpendapat bahwa volkgeist (jiwa bangsa)
menghasilakan hukum yang berbeda untuk tiap bangsa
Karakteristik
Hukum Alam sekarang adalah :
·
Hubungan hukum
dan moral, tidak seminim teori positivisme klasik dan tidak sedominan Teori
Alam Kalsik
·
Lebih rasioanl
dan sekuler, melepaskan teori metafisika dan teologis.
2.
Positivisme
Hukum
Pandangan
dasar Positivisme hukum, yaitu hukum tidak lain daripada hukum yang dibuat oleh
manusia. Dengan ini, Positivisme hukum menentang pandangan metafisika dan
aliran hukum alam. Dalam Positivisme hukum ada beberapa teori yang utama adalah
teori perintah dan teori sitem.
a.
Teori Perintah
Di
negara-negara dengan sistem hukum common law teori perintah lebih dikenal
dengan sebagai ilmu hukum analitik (analytical jurisprudence). Pelopor dari
ilmu hukum analitik adalah Jeremy Bentham (1748-1832), tetapi, karena
tulisan-tulisannya dipublikasikan 1945 maka yang lebih dikenal adalah muridnya
John Austin (1790-1850) teori mereka disebut teori positivisme hukum
Teori
Bentham dan Austin merupakan breaksi terhadap teori hukum alam (natural law
theory), yang mengajarkan bahwa tuhan telah menuliskan huku alam dalam akal
manusia. Menurut mereka teori ini telah
menimbulkan banyak tafsiran-tafsiran yang sangat ruwet dalam hukum Inggris
Dari
madzhab analitik ini akan dijelaskan dua hal, yaitu :
·
Batasan
(definisi) hukum / Command Theory
Hukum
Positif adalah suatu perintah langsung atau tidak langsung dari soerang raja
atau badan berdaulat dalam kedudukan sebagai superior secara politis
·
Metode Ilmu
Hukum (deduksi)
Dalam
menjalankan deduksi hakim tidak boleh menilai isi perturan dari segi moralitas,
keadilan dan sebagainya, pemisahan antara :
o Jursiprudence
yang lingkupnya adalah hukum positif
o Science
of legislation yang mempelajari bentu-bentuk ideal dari hukum
b.
Teori Hukum Murni
Pelopor
teori hukum murni adalah Hans Kelsen. Menurut Hans Kelsen, ajaranya merupakan
reaksi terhadap perkembangan ilmu hukum yang selama abad ke-19 dan ke-20 telah
dicampuradukan tanpa kritik dengan unsur-unsur psikologi, sosiologi, etika dan
teori politik, sehingga dengan ajarannya Kelsen bermaksud melepaskan ilmu hukum
dari unsur-unsur asing tersbut. Ajaran ini bukannya mengabaikan atau menolak
adanya hubungan tetapi untuk menghilangkan campur aduk tanpa kritik antara
disiplin-disiplin yang secara metodologis berbeda sehingga telah mengaburkan
hakikat ilmu hukum
Inti
ajarannya adalah sebagai berikut :
·
Batasan
(definisi) hukum / Teori Sistem
Hukum
adalah suatu sistem dari norma-norma, yang berisi apa yang seharusnya atau
tidak seharusnya dilakukan.
·
Metode
Menurut
Kelsen, metode ilmu hukum, dalam mengkaji atau menerapkan kaidah, harus
dibersihkan dari unsur-unsur yang tidak relevan, seperti etika, keyakinan agama
dan sebagainya.
3.
Utilitarianisme
Utilitarianisme
berasal dari kata latin yaitu “Utilis”, yang berarti berguna, bermanfaat,
berfaedah atau menguntungkan. Istilah
ini juga sering disebut sebagai teori kebahagiaan terbesar (the greatest
happiness theory).
Utilitarianisme
atau utilisme adalah aliran yang meletakkan kemanfaatan sebagai tujuan utama
hukum. Kemanfaatan ini diartikan sebagai
kebahagiaan (happiness). Bergantung
kepada apakah hukum itu memberikan kebahagiaan kepada manusia tentang suatu
kebaikan. Sehingga esensi hukum harus
bermanfaat, artinya hukum yang dapat membahagiakan sebagian terbesar masyarakat
(the greatest happiness for the greatest number of people). Pandangan ini bersumber dari filsafat yunani
yaitu HEDONISME, bahwa sesuatu yang enak itulah yang diinginkan seseorang.[1]
Utilitarianisme
dapat dimasukkan dalam positivisme hukum. Pendukung serta ajaran aliran ini
antara lain:
1. Jeremi Bentham (1748-1832)
Tugas Hukum
adalah memelihara kebaikan dan mencegah kejahatan. Menurutnya, untuk
menyeimbangkan antara kepentingan idividu dan masyarakat harus ada simpati dari
tiap-tiap individu demi mewujudkan kesejahteraan masyarakat secara simultan.[2]
Jeremi Betham mengajarkan tentang tujuan hukum yang utilistis bahwa:
a. Tujuan hukum
untuk mencapai kemanfaatan yang sebesar-besarnya bagi banyak orang
b. Tujuan peraturan
perundang-undangan adalah untuk menghasilkan kebahagiaan bagi masyarakat.
2. John Stuart Mill
(1906-1837)
Hukum melalui tindakan harus senantiasa ditujukan pada pencapaian
kebahagiaan bukan sebaliknya.
3. Rudolf Von
Jhering (1818-1892)
Menurutnya hukum senantiasa sesuai dengan kepentingan negara yang
dikembangkan secara sistematis dan rasional, serta adanya teknik hukum sebagai
metode yang digunankan untuk menguasai hukum positif secara rasional.[3]
4. Madzhab Sejarah (Historical Jurisprudence)
Madzhab
sejarah yaitu aliran hukum yang konsepnya bahwa hukum tidak dibuat melainkan
tumbuh dan berkembang bersama-sama dengan masyarakat. Tokoh yang terkenal
aliran ini adalah Carl Von Savigny.[4]
Beberapa
tokoh dalam aliran ini berikut beberapa pandangannya, sebagai berikut:
1. Carl Von Savigny
(1770-1861)
Hukum tidak dibuat tapi tumbuh dan berkembang bersama
masyarakat. Pokok-pokok ajaran madzhab sejarah yang diuraikannya dapat
disimpilkan sebagai berikut:
a. Hukum ditemukan,
tidak dibuat
b. Hukum tidak
dapat diterapkan secara universal
2. Puchta
(1798-1846)
Menurutnya hukum suatu bangsa terikat pada jiwa bangsa
(Volkgeist) yang bersangkutan. Hukum tersebut, menurut Puchta dapat berbentuk:
a. Langsung berupa
adat istiadat
b. Melalui
undang-undang
c. Melalui ilmu
hukum dalam bentuk karya para ahli hukum.
3. Henry Sumner
Maine (1822-1888)
Perbandingan perkembangan Lembaga-lembaga hukum yang
pada masyarakat sederhana dan pada masyarakat yang telah maju berdasarkan
pendekatan sej
3.
Utilitarianisme
Utilitarianisme
berasal dari kata latin yaitu “Utilis”, yang berarti berguna, bermanfaat,
berfaedah atau menguntungkan. Istilah
ini juga sering disebut sebagai teori kebahagiaan terbesar (the greatest
happiness theory).
Utilitarianisme
atau utilisme adalah aliran yang meletakkan kemanfaatan sebagai tujuan utama
hukum. Kemanfaatan ini diartikan sebagai
kebahagiaan (happiness). Bergantung
kepada apakah hukum itu memberikan kebahagiaan kepada manusia tentang suatu
kebaikan. Sehingga esensi hukum harus
bermanfaat, artinya hukum yang dapat membahagiakan sebagian terbesar masyarakat
(the greatest happiness for the greatest number of people). Pandangan ini bersumber dari filsafat yunani
yaitu HEDONISME, bahwa sesuatu yang enak itulah yang diinginkan seseorang.[1]
Utilitarianisme
dapat dimasukkan dalam positivisme hukum. Pendukung serta ajaran aliran ini
antara lain:
1. Jeremi Bentham (1748-1832)
Tugas Hukum
adalah memelihara kebaikan dan mencegah kejahatan. Menurutnya, untuk
menyeimbangkan antara kepentingan idividu dan masyarakat harus ada simpati dari
tiap-tiap individu demi mewujudkan kesejahteraan masyarakat secara simultan.[2]
Jeremi Betham mengajarkan tentang tujuan hukum yang utilistis bahwa:
a. Tujuan hukum
untuk mencapai kemanfaatan yang sebesar-besarnya bagi banyak orang
b. Tujuan peraturan
perundang-undangan adalah untuk menghasilkan kebahagiaan bagi masyarakat.
2. John Stuart Mill
(1906-1837)
Hukum melalui tindakan harus senantiasa ditujukan pada pencapaian
kebahagiaan bukan sebaliknya.
3. Rudolf Von
Jhering (1818-1892)
Menurutnya hukum senantiasa sesuai dengan kepentingan negara yang
dikembangkan secara sistematis dan rasional, serta adanya teknik hukum sebagai
metode yang digunankan untuk menguasai hukum positif secara rasional.[3]
4. Madzhab Sejarah (Historical Jurisprudence)
Madzhab
sejarah yaitu aliran hukum yang konsepnya bahwa hukum tidak dibuat melainkan
tumbuh dan berkembang bersama-sama dengan masyarakat. Tokoh yang terkenal
aliran ini adalah Carl Von Savigny.[4]
Beberapa
tokoh dalam aliran ini berikut beberapa pandangannya, sebagai berikut:
1. Carl Von Savigny
(1770-1861)
Hukum tidak dibuat tapi tumbuh dan berkembang bersama
masyarakat. Pokok-pokok ajaran madzhab sejarah yang diuraikannya dapat
disimpilkan sebagai berikut:
a. Hukum ditemukan,
tidak dibuat
b. Hukum tidak
dapat diterapkan secara universal
2. Puchta
(1798-1846)
Menurutnya hukum suatu bangsa terikat pada jiwa bangsa
(Volkgeist) yang bersangkutan. Hukum tersebut, menurut Puchta dapat berbentuk:
a. Langsung berupa
adat istiadat
b. Melalui
undang-undang
c. Melalui ilmu
hukum dalam bentuk karya para ahli hukum.
3. Henry Sumner
Maine (1822-1888)
Perbandingan perkembangan Lembaga-lembaga hukum yang
pada masyarakat sederhana dan pada masyarakat yang telah maju berdasarkan
pendekatan sejarah.[5]
5. Sociological Jurisprudence
Sociological
Jurisprudence yaitu hukum yang konsepnya dibuat agar meperhatikan hukum yang
hidup dalam masyarakat baik tertulis maupun tidak tertulis.[6]
Eugen
Ehrlich berpendapat bahwa ”Pada waktu
sekarang, seperti juga pada waktu yang lain, pusat gaya Tarik perkembangan
hukum tidak terletak pada perundang-undangan, tidak pada ilmu hukum, juga tidak
pada putusan hakim, tetapi di dalam masyarakat”.
Emil
Durkheim membedakan anatara hukum yang menindak dengan hukum yang mengganti.
Hukum yang menindak tergolong kedalam hukum pidana. Sedangkan, hukum mengatur
merupakan pencerminan dan spesialisasi fungsi-fingsi.
Max
Weber berpendapat bahwa suatu tatanan bias disebut hukum, apabila secara
eksternal dan dijamin oleh kemingkinan, bahwa paksaan (fisik atau psikologis)
yang ditujukan untuk mematuhi tatanan atau menindak pelanggaran, akan
diterapkan oleh suatu perangkat terdiri dari orang-orang yang khusus menyiapkan
diri untuk melakukan tugas-tugas tersebut.[7]
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Keberadaan teori dalam dunia ilmu sangat penting
karena teori merupakan konsep yang akan menjawab suatu masalah. Teori oleh
kebanyakan ahli dianggap sebagai sarana yangmemberikan rangkuman untuk memahami
suatu masalah dalam setiap bidang ilmu pengetahuan.
Aliran-aliran
teori pemikiran dalam ilmu hukum dari waktu ke waktu tumbuh dan berkembang
bersamaan dengan kondisi lingkungannya.
1. Aliran Hukum
Alam
Aliran
hukum alam merupakan suatu aliran ilmu hukum yang menekankan pentingnya peran
dari hukum alam (natural law) terhadap hukum yang dibuat oleh manusia.
2. Positivisme
Hukum
Pandangan
dasar Positivisme hukum, yaitu hukum tidak lain daripada hukum yang dibuat oleh
manusia
3. Utilitarianisme
Utilitarianisme berasal dari kata latin yaitu
“Utilis”, yang berarti berguna, bermanfaat, berfaedah atau menguntungkan. Istilah ini juga sering disebut sebagai teori
kebahagiaan terbesar (the greatest happiness theory).
4. Madzhab Sejarah (Historical Jurisprudence)
Madzhab sejarah yaitu aliran
hukum yang konsepnya bahwa hukum tidak dibuat melainkan tumbuh dan berkembang
bersama-sama dengan masyarakat.
5. Sociological Jurisprudence
Sociological
Jurisprudence yaitu hukum yang konsepnya dibuat agar meperhatikan hukum yang
hidup dalam masyarakat baik tertulis maupun tidak tertulis.
DAFTAR
PUSTAKA
Mas
Marwan. 2015. PENGANTAR ILMU HUKUM. Bogor
: Ghalia Indonesia
Mashudi. 2015. PENGANTAR
ILMU HUKUM. Semarang: CV Karya Abadi Jaya
Rumokoyo,
Donald Albert. Maramis Frans. 2014. PENGANTAR
ILMU HUKUM. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada
http://makalahpendidikanislamlengkap.blogspot.co.id/2015/07/madzhab-sejarah-sociological.html?m=1
http://imagekomputer.blogspot.co.id/p/download-berbagai-makalah.html
[1] http://imagekomputer.blogspot.co.id/p/download-berbagai-makalah.html
[3] Marwan Mas, “Pengantar Ilmu Hukum”(Bogor: Ghalia Indonesia), 2015, hal. 146-147
[4] Mashudi, ”Pengantar Ilmu Hukum” (Semarang: CV Karya Abadi Jaya), 2015, hal.
183
[5] http://makalahpendidikanislamlengkap.blogspot.co.id/2015/07/madzhab-sejarah-sociological.html?m=1
[6] Mashudi, ”Pengantar Ilmu Hukum” (Semarang: CV Karya Abadi Jaya), 2015, hal.
183
[7] Marwan Mas, “Pengantar Ilmu Hukum”(Bogor: Ghalia Indonesia), 2015, hal. 148-149
0 Komentar