Fiqih arah kiblat prespektif madzhab Syafi'i

Recent Posts

Fiqih arah kiblat prespektif madzhab Syafi'i

BAB II
PEMBAHASAN
A. Bagaimana Dalil Mengenai Arah Kiblat
Kata kiblat berasal dari bahasa Arab القبلت asal katanya ialah مقبلت  ,sinonimnya adalah وجهة yang berasal dari kata مواجهة artinya adalah keadaan arah yang dihadapi. Kemudian pengertianya dikhususkan pada suatu arah,di mana semua orang mendirikan shalat dan menghadap kepadanya. Arah kiblat adalah arah terdekat menuju Ka’bah. Kewajiban menghadap ke arah ka’bah (Al masjid al Haram) dalam pelaksananan shalat telah diperintahkan Allah SWT dalam Al Quran.
Arah kiblat merupakan bidang pembahasan yang sangat erat kaitannya dengan masalah ibadah sehari-hari umat muslim, baik ibadah wajib maupun ibadah sunnah. Dalam ibadah wajib, -shalat misalnya- tanpa menghadap kiblat, maka shalat tidak sah hukumnya. Hal ini telah disepakati para ulama berdasarkan firman Allah SWT dalam Surah Al-Baqarah ayat 144. Adapun dalam hal ibadah sunah, tidak diwajibkan menghadap kiblat dalam pelaksanaannya. Seperti dalam hal membaca Al-Qur’an, berdzikir, berdoa, dan lain sebagainya. Bagi mereka yang melaksanakannya dengan menghadap kiblat, ada ganjaran tersendiri yang akan mereka peroleh. Namun, tidak ada dosa bagi mereka yang melaksanakannya tanpa menghadap kiblat.
Secara konseptual, arah kiblat telah dinyatakan dalam Al-Qur’an, khususnya Surah Al-Baqarah ayat 142, 143, 144, 149, dan 150. Kata kiblat dan derivasinya dalam Al Quran mempunyai beberapa arti yaitu,
a.Kata Kiblat yang berarti arah (Kiblat)
سَيَقُولُ السُّفَهَاءُ مِنَ النَّاسِ مَا وَلَّاهُمْ عَنْ قِبْلَتِهِمُ الَّتِي كَانُوا عَلَيْهَا ۚ قُلْ لِلَّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ ۚ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ إِلَىٰ صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
“Orang orang yang kurang akalnya diantara manusia akan berkata : “apakah yang memalingkan mereka (umat islam) dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya?’’ Katakanlah : ‘Kepunyaan Allah timur dan barat: Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki Nya ke jalan yang lurus”. (Qs Al Baqarah [2] ; 142)
b.Kata kiblat yang berarti tempat shalat
Hal ini seebagaimana firman Allah SWT dalam Qs.Yunus [10] ayat 87.
وَأَوْحَيْنَا إِلَى مُوسَى وَأَخِيهِ أَنْ تَبَوَّآَ لِقَوْمِكُمَا بِمِصْرَ بُيُوتًا وَاجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ قِبْلَةً وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِين
 
“Dan kami wahyukan kepada Musa dan saudaranya : Ambilah olehmu berdua beberapa buah rumah di Mesir untuk tempat tinggal bagi kaumu dan jadikanlah olehmu rumah rumahmu itu tempat shalat dan dirikanlah olehmu shalat serta gembirakanlah orang orang yang beriman” (QS.Yunus [10] : 87)
Dasar hukum  dalam hadist,sebagaimana yang terdapat dalam hadits Nabi Muhammad SAW yang membicarakan tentang kiblat anatar lain,
-Hadist riwayat Imam Bukhari
حَدَّثَنَا مُسْلِمٌ قَال: حَدَّثَنَا هِشَامٌ قَالَ: حَدَّثَنَا هِشَامٌ قَالَ : حَدَّثَنَا يَحْيَ بْنُ أَبِي كَثِيْرٍعَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِالرَّحْمَنِ عَنْ جَابِرٍ قَالَ: كَانَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّى عَلَى رَاحِلَتِهِ حَيْثُ تَوَجَّهْتُ, فَاإِذَا أَرَادَ الفَرِيْضَةَ نَزَلَ فَاسْتَقْبِلِ القِبْلَةَ (رواه البخارى)
“Bercerita Muslim ,bercerita Hisyam,bercerita Yahya bin Abi Katsir dari Muhammad bin Abdurrahman dari Jabir berkata : Ketika rasulullah SAW shalat di atas kendaraan (tungganganya) beliau menghadap ke arah sekehendak tungganganya ,dan ketika beliau hendak melakukan shalat fardlu beliau turun kemudian menghadap kiblat. (HR.Bukhari)
-Hadist riwayat Imam Bukhari
قَالَ أَبُوْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللّهِ تَعَالَى عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللّهِ صَلَّى اللّهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : استَقْبِلِ القِبْلَةَ و كَبِّرْ(رواه البخارى)
“Dari Abu Hurairah r.a berkata : Rasulullah SAW bersabda : ‘‘menghadaplah kiblat lalu takbir” (HR.Bukhari)
Sebuah kaidah popular juga menyatakan
ما لا يتم الواجب إلا به فهو الواجب
“Sesuatu yang tidak sempurna perbuatan wajib kecuali denganya,maka sesuatu itu juga wajib”
Kaidah ini merupakan bagian dari kaidah kaidah umum dalam fiqh Islam.Artinya,segala sesuatu yang tidak bisa dilepaskan dari pelaksanaan kewajiabn maka hukumnyawajib,sebagaimana kewajiban yang diperintahkan. Dr.Abdul Karim Zaidan,menyimpulkan bahwa “perintah terhadap suatu kewajiban juga perintah terhadap suatu yang padanya pelaksanaan kewajiban tadi tidak bisa lepas darinya.” Apabila begitu,menyempurnakan wudhu dan menghadap kiblat guna melakukan shalat merupaka suatu kewajiban dan pelaksanaan ibadah shalat pun tak bisa dilepaskan daripadanya.Kendati kewajiban wudhu dan mengahadap kiblat adalah dengan perintah tersendiri bukan dengan perintah shalat.
B. Pandangan Mazhab Syafi’iyah terkait Fiqih Arah Kiblat
Dalam madzhab Syafii,ada dua pendapat tentang kiblat bagi orang yang tidak dapat melihat Kakbah; 1) menghadap ke bangunan Ka’bah (ainul Ka’bah) , 2) menghadap ke arah Ka’bah (Jihadul Ka’bah). Menurut Imam Al Syirazi dalam kitabnya Al-Muhadzdzab bahwa apabila orang yang mengetahui tanda tanda atau petunjuk kiblat,maka ia tetap harus berijtihad untuk mengetahui kiblat. Sedangkan mengenai kewajibanya,Imam Syafi’I dalm kitab “Al-Umm” mengatakan bahwa yang wajib dalam berkiblat adalah menghadap secara tepat ke bangunan ka’bah .Karena, orang yang diwajibkan untuk menghadap kiblat,ia wajib menghadap ke bangunan Ka’bah,seperti halnya orang Mekah.’’ Sedangkan teks yang jelas yang dikutip oleh Imam Al-Muzanni (murid Imam As-Syafi’i) dari Imam Syafi’I mengatakan bahwa yang wajib adalah mengatakan ke arah Ka’bah (Jihatul Ka’bah). Karena, seandainya yang wajib itu adalah mengahadap kepada bangunan Ka’bah secara fisik, maka shalat jama’ah yang shafnya memanjang adalah tidak sah karena di antara mereka terdapat orang yang menghadap ke arah luar dari bangunan Ka’bah.

Dalam surat Al Baqarah ayat 286 ,
لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا ۚ
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupanya” (QS    Al.Baqarah (2) : 286 )
Dari kenyataan tersebut muncul beberapa pendapat diantaranya dikemukakan oleh Ali Al Sayis dalam kitab tafsir Ayatul Ahkam yang menyebutkan bahwa golongan Syafiiyah dan Hanabilah menyatakan bahwa kewajiban menghadap kiblat tidaklah berhasil kecuali bila menghadap ‘ainya Ka’bah. Hal itu berarti bahwa kewajiban ini harus dilakukan dengan tepat menghadap Ka’bah. Berdasarkan kitab Fiqh Lima Madzhab susunan oleh Muhammad Jawad Mughniyah,Imam Syafii menjelaskan bahwa wajib menghadap Ka’bah ,baik bagi orang yang dekat maupun orang yang jauh. Sekiranya dapa mengetahui arah Ka’bah itu sendiri secara tepat,maka ia harus menghadap kea rah tersebut. Tetapi sekiranya tidak dapat memastikan arah Ka’bah maka cukuplah dengan perkiraan karena orang yang jauh mustahil untuk memastikan kearah kiblat (Ka’bah)  yang tepat dan pasti.
Sebagaimana dalam pandangan Mazhab Syafii telah menambah dan menetapkan tiga kaidah yang bisa digunakan untuk memenuhi syarat menghadap kiblat yaitu :
a.Ainul Ka’bah yaitu bagi seseorang yang langsung berada di dalam Masjidil Haram dan melihat langsung Ka’bah,maka ia harus wajib menghadapkan dirinya ke kiblat dengan penuh yakin,karena kewajiban tersebut bisa dipastikan terlebih dahulu dengan melihat atau menyentuhnya.
b.Jihatul Al-ka’bah
Yaitu bagi seorang yang berada di luar masjidil haram atau di sekitar tanah suci Mekkah sehingga tidak dapat melihat bangunan kakbah,maka mereka wajib menghadap ke arah Majidil Haram sebagai maksud menghadap ke arah kiblat secara dzan.
c.Jihatul Kiblat yaitu bagi seseorang berada di luar tanah suci Mekkah atau bahkan di luar Negara Arab Saudi. Bagi yang tidak tahu arah dan ia tak dapat mengira kiblat dzanya ,maka ia boleh menghadap kemanapun yang ia yakini sebagai arah kiblat.Namun bagi yang dapat mengira maka ia wajib ijtihad terhadap arah kiblatnya.Ijtihad dapat digunakan untuk menentukan arah kiblat dari suatu tempat yang terletak jauh dari Masjidil Haram. Diantaranya adalah ijtihad menggunakan posisi rasi bintang, bayangan matahari, arah matahari terbenam, dan perhitunga segitiga bola maupun pengukuran menggunakan peralatan modern.Bagi lokasi atau tempat yang jauh seperti Indonesia,ijtihad arah kiblat dapat ditentukan melalui perhitungan falak atau astronomi serta dibantu pengukuranya menggunakan peralatan modern seperti kompas,GPS,theodolite, dan sebagainya.








BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Dari beberapa definisi tentang arah kiblat, maka dapat disimpulkan bahwa arah kiblat adalah arah terdekat menuju Ka’bah yang wajib dituju oleh umat Muslim dalam mengerjakan shalat dan ibadah lainnya yang letaknya berada di tengah-tengah Masjidil Haram. Dasar kewajiban menghadap kiblat ketika shalat berdasarkan surah Al-Baqarah ayat 144 dan ayat 150 serta beberapa hadits Nabi.
Para ulama sepakat bahwa menghadap kiblat dalam melaksanakan shalat hukumnya adalah wajib karena merupakan salah satu syarat sahnya shalat,sebagaimana yang terdapat dalam dalil dalil syara’. Bagi orang yang berada di Mekkah dan sekitarnya,persoalan tersebut tidak ada masalah ,karena mereka lebih mudah dalam melaksanakan kewajiban itu,bahkan yang menjadi persoalan adalah bagi orang yang jauh dari Kota Mekkah,kewajiban seperti itu merupakan hal yang berat karena mereka tidak pasti bisa mengarah ke Ka’bah secara tepat,bahkan para ulama berselisih mengenai arah yang semestinya.Sebab mengarah ke Ka’bah yang merupakan syarat sahnya shalat adalah menghadap Ka’bah yang haqiqi (sebenarnya).
Sebagaimana dalam pandangan Mazhab Syafii telah menambah dan menetapkan tiga kaidah yang bisa digunakan untuk memenuhi syarat menghadap kiblat yaitu : Ainul Ka’bah yaitu bagi seseorang yang langsung berada di dalam Masjidil Haram dan melihat langsung Ka’bah,maka ia harus wajib menghadapkan dirinya ke kiblat dengan penuh yakin. Jihatul Al-ka’bah,yaitu bagi seorang yang berada di luar masjidil haram atau di sekitar tanah suci Mekkah sehingga tidak dapat melihat bangunan kakbah,maka mereka wajib menghadap ke arah Majidil Haram. c.Jihatul Kiblat yaitu bagi seseorang berada di luar tanah suci Mekkah atau bahkan di luar Negara Arab Saudi. Bagi yang tidak tahu arah dan ia tak dapat mengira kiblat dzanya ,maka ia boleh menghadap kemanapun yang ia yakini sebagai arah kiblat.



DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Mustafa Al Maraghi.1993.Terjemah Tafsir alMarghawi.(Semarag:Toha Putra)
Abdul karim Zaidan.2008.Al-Wajis.(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar)
A.Kadir.2012.Formula Baru Ilmu Falak.(Jakarta:Amzah)
Imam Yahya.2002.Hisab Rukyat Menghadap Kiblat.(Semarang:PT.Pustaka Rizki Putra).
Slamet Hambali.2011.Ilmu Falak 1 Penentuan Awal Waktu Shalat da Arah Kiblat Seluruh Dunia.(Semarang : Pascasarjana IAIN Walisongo Semarang).
Ahmad Izzuddin.2017.Ilmu Falak Praktis.(Semarang:Pustaka Rizki Putra)

Posting Komentar

0 Komentar

close
REKOMENDASI BARANG MURAH